Tuesday, May 20, 2014

Jangan Terlalu Bersedih Jika tidak Sesuai Harapan…

,
Al-Mutanabbi berkata :

مَا كلُّ ما يَتَمَنّى المَرْءُ يُدْرِكُهُ…. تَجْرِي الرِّيَاحُ بِمَا لا تَشْتَهِي السُّفُنُ

“Tidak semua angan-angan seseorang lantas ia dapatkan….
Angin berhembus tidak sesuai dengan kehendak perahu layar…”
Faidah : Tentu tidak semua keingingan, angan-angan, cita-cita, dan harapan selalu terwujudkan sebagaimana terkadang angin di lautan berhembus tidak sesuai dengan keinginan dan kemaslahatan perahu layar.
Terkadang angin tersebut justru berhembus berlawanan arah dari tujuan kapal/perahu. Atau terkadang angin berhembus ke arah tujuan perahu layar akan tetapi angin tersebut berhembus dengan pelan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Namun sang nelayan dan sang nahkoda tetap melanjutkan perjalanan menuju tujuan dan harapan…, ia sadar bahwa kondisi angin tidak selamanya demikian…betapa sering angin berhembus sesuai dengan keinginannya…

(Ust. Firanda Andirja, MA)
bbg-alilmu
Read more →

Tuesday, May 13, 2014

Saudaraku, Teruslah Berbuat Baik!

,
Saudaraku yg baik hati..
Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat mati tidak harus tua.... 

Jangan terpedaya dengan badan sehat, karena syarat mati tidak harus sakit...

Tundukkan diri kita di atas hukum Allah Azza wa Jalla, tundukkan pikiran dan logika di bawah Al Qur'an dan Sunnah. Karena Islam bukan bersumber dari buah pemikiran atau kepandaian merangkai kata, Islam bersumber dari Al Qur'an dan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم   

Teruslah berbuat baik, bertaubat dan beristighfar akan setiap perbuatan dosa yang kita lakukan, bertutur katalah yang baik, serta terus memberikan nasehat yang baik yang bersumber dari Al Qur'an dan Sunnah yang murni, walau tak banyak orang mengenal dirimu. 

Cukuplah Allah Azza wa Jalla,  mengenalimu lebih dari pada yang lain...

Jadikanlah dirimu seperti jantung yang tidak terlihat, tapi terus berdenyut setiap saat dan bermanfaat dalam kehidupanmu, sehingga membuat kita terus hidup sampai diberhentikan oleh Allah Azza wa Jalla, semoga kita jadi umat yang terbaik dan menjadikan akhir kehidupan kita yang baik..

Semoga bermanfaat..
بارك الله فيكم

(Ustadz Ahmad Ferry Nasution حفظه الله تعالى)
Read more →

Monday, May 12, 2014

Adab Menebar Berita

,
Syaikh Abdurrahman Assa'diy rahimahullah menafsirkan surat An Nisaa: 83.

Beliau berkata: 
Ini adalah adab dari Allah untuk hamba hambaNya.. 
Apabila datang perkara yang penting.. yang berhubungan dengan keamanan dan kegembiraan kaum muslimin.. 
Atau ketakutan yang ada padanya musibah untuk mereka.. 
Agar memeriksa dengan teliti.. 
Dan jangan tergesa gesa menyebarkannya.. 
Tetapi hendaklah mereka mengembalikan kepada rosul.. 
Dan kepada alim ulama.. 
Yang amat memahami kemashlahatan dan mudlaratnya.. 
Jika mereka memandang mashlahat untuk disebarkan.. 
Memberikan kegembiraan kepada kaum muslimin dan terlindung dari musuh mereka.. 
Mereka lakukan.. 
Namun jika memandang mudlaratnya lebih besar.. 
Mereka tidak menyebarkan.. 
(Taisir karimirrohman hal 154). 

Buat anda yang suka menshare berita.. 
Renungkanlah ucapan beliau ini.. Baarakallahu fiikum..

(Ustadz Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى)
Read more →

Aliran SUFI Diingkari Imam Syafi'i Rahimahullah

,
Nama besar Imam Syâf’i rahimahullah sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Ketokohan beliau sudah tidak diperselisihkan umat Islam. Hanya saja, umat sepertinya lebih mengenal beliau sebagai pakar hukum Islam dan peletak dasar Ilmu Ushul Fiqih, sementara aspek kehidupannya yang lain, - bahkan yang lebih penting – belum banyak terekspos di tengah khalayak.

Sisi aqidah Imam Syâfi'i rahimahullah– yang berpijak pada aqidah Salafus Shaleh, aqidah para Sahabat Radhiyallahu anhum yang belajar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung - belum banyak diulas, termasuk juga dalam hal ini, pemaparan celaan dan bantahan beliau rahimahullah terhadap beberapa aliran –menyimpang- yang menunjukkan jauhnya aliran tersebut dari jalan yang lurus. Sebenarnya komentar miring beliau rahimahullah terhadap pemikiran dan golongan itu jelas akan mengguratkan makna yang lebih mendalam dan membekaskan pelajaran penting bagi para pengikut madzhab. Dengan demikian, umat akan menjauhi aliran-aliran yang telah diingkari imam mereka. Dikhawatirkan, jangan-jangan ada sebagian orang yang mengikuti madzhab salah satu dari mereka justru berideologi atau membela pemikiran aliran-aliran yang diingkari dan dibantah Imam Syâfi'i rahimahullah. Dan kenyataannya, ada ungkapan berbunyi, “Aku bermadzhab Syâfi' i dalam fiqih, asy’ari dalam aqidah, sufi dalam akhlak”. (?!).

Berikut ini beberapa bantahan, komentar miring dan bantahan Imam Syâfi’i t terhadap beberapa aliran yang ada di masa itu.

IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLAH MENCELA SUFI
Aliran Sufi, penyebarannya begitu meluas di banyak negeri Muslim. Tidak diketahui secara pasti siapa yang mulai menggagasnya pertama kali. Yang jelas, dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : ““Nama Sufi belum ada pada tiga kurun pertama (umat Islam). Istilah itu baru muncul setelah itu”. (Majmû Fatâwâ 11/5).

Awalnya, penampilan zuhud dominan pada para pengikut Sufi. Pembersihan jiwa dan hati serta menjauhkan diri dari dunia menjadi tujuan mereka. Namun dalam perjalanannya, muncul penyelewengan dan penyimpangan dalam aqidah dan aspek lainnya, seperti diyakininya aqidah wihdatul wujûd, bermunculannya tarekat-tarekat Sufi dengan ragam wirid dan tata cara ibadahnya melekat pada aliran Sufi. Aliran ini mulai menunjukkan hakekatnya pada abad ketiga hijriyah. Dan yang ‘menarik’, tokoh-tokoh pembesar Sufi pada abad ketiga dan keempat semuanya berasal dari Persia, tidak ada satu pun yang berasal dari suku Arab.

Sikap umat Islam terhadap Sufi dan ajarannya terbagi menjadi dua pihak, mendukung Tasawuf dan mengamalkan ajarannya. Yang kedua, menolak ajaran tersebut dan menjauhinya serta memperingatkan umat darinya. Bagaimana sikap seorang Muslim terhadap ajaran Tasawuf ini?.

Timbangan seorang Muslim untuk menganalisa dan menilai sesuatu adalam Kitâbullâh dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila dicermati, fenomena yang telah disebut di muka, keyakinan aqidah wihdatul wujud yang diyakini pembesar Sufi seperti Ibnu Arabi, banyaknya tarekat yang masing-masing ternyata memiliki ajaran-ajaran khusus yang berbeda dari tarekat lainnya sesuai dengan apa yang diajarkan Syaikh tarekat, sudah cukup menjadi bukti bahwa golongan ini tidak berada di atas jalan yang lurus. Apalagi bila ditambah dengan kebiasaan bertawasul kepada orang mati, dan mengadakan acara dan ibadah yang sama sekali tidak pernah diperintahkan oleh Nabi umat Islam, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Maka tak mengherankan bila seorang Imam Syâfi'i rahimahullah mencela dan membantah aliran ini. Pandangan Imam Syâfi'i rahimahullah dan celaan beliau terhadap aliran ini dan para pengikutnya telah tercatat rapi dalam kitab-kitab yang menulis biografi beliau.

Yang menarik, Imam Syâfi'i rahimahullah pernah melontarkan pernyataan ketika beliau memasuki negeri Mesir yang berbunyi :

خَلَفْتُ بِالْعِرَاقِ شَيْئًا أَحْدَثَهُ الزَّناَدِقَةُ يُسَمُّوْنَـهُ التَّـغْبِيْرَ يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرْآنِ

“Aku tinggalkan di (negeri) Irak sesuatu yang diada-adakan oleh kaum zindiq yang mereka sebut dengan taghbiir. Dengan itu, mereka melalaikan orang-orang dari al-Qur`ân” [Manâqibu asy-Syâfi’i , karya al-Baihaqi 1/173].

Atau dalam riwayat lain, beliau mengatakan:

تَرَكْتُ بَغْدَادَ وَقَدْ أَحْدَثَ الزَّناَدِقَةُ فِيْهَا شَيْئًا يُسَمُّوْنَـهُ السَّمَاعَ

“Aku tinggalkan (kota) Baghdad, sedang orang-orang zindiq (waktu itu) telah mengadakan sesuatu yang baru (dalam agama) yang mereka sebut dengan istilah samâ’ ”

Makna zindiq adalah orang yang sudah rusak agamanya. Dan orang-orang zindiq yang beliau maksud adalah kalangan mutashawwifah (para penganut Tasawuf). Sementara yang beliau maksud dengan taghbîr atau samâ` ialah nyanyian dan senandung yang mereka dendangkan.

Beliau memasuki Mesir pada tahun 199H. Pernyataan beliau itu menunjukkan bahwa samaa’ merupakan perkara baru dalam Islam yang tidak dikenal sebelumnya oleh umat Islam.

Imam Syâfi'i rahimahullah mengingkari mereka dengan menyatakan:

أَسَاسُ التَّصَوَّفِ الْكَسَلُ

"Asas tasawuf adalah kemalasan" [al-Hilyah karya Abu Nu’aim al-Ashbahâni 9/136-137].

Beliau juga mencela mereka dengan berkata:

لاَ يَكُوْنُ الصُّوْفِيُّ صُوْفِياًّ حَـتَّى يَكُوْنُ فِيْهِ أَرْبَعُ خِصَالٍ : كَسُولٌ أَكُوْلٌ شَؤُوْمٌ كثَيْرُ الْفُضُولِ

Seseorang tidak akan menjadi Sufi (tulen) kecuali setelah empat perkara ada padanya: sangat malas, banyak makan, sangat pesimis, dan banyak melakukan hal yang tidak perlu”. (Manâqibu asy-Syâfi’i karya al-Baihaqi 2/207).

Imam al-Baihaqi rahimahullah dengan sanadnya meriwayatkan dari Yûnus bin 'Abdil A’lâ rahimahullah , ia berkata, “Aku mendengar (Imam) Syâfi'i rahimahullah menyatakan:

لَوْ أَنَّ رَجُلاً تَـصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَمْ يَأْتِ عَلَيْهِ الظُّهْرُ إِلاَّ وَجَدْتَـهُ أَحْمَقَ

“Kalau ada orang menjadi Sufi di pagi hari, maka tidaklah datang waktu Zhuhur kecuali orang tersebut akan engkau jumpai menjadi manusia yang dungu”. [Manâqib Syâfi'i karya Imam al-Baihaqi 2/207]

Ini mengisyaratkan kepada hasil cuci otak ala Sufi. Seorang penganut Sufi (seorang murid) wajib mengagungkan Syaikhnya (dan orang-orang yang dianggap sudah mencapai derajat ‘wali’) secara berlebihan. Ajaran dan doktrin apapun harus diterima oleh murid dengan secara penuh, meski bertentangan dengan akal sehat dan ajaran syariat. Ketaatan seorang ‘murid’ kepada gurunya adalah bak jenazah yang sedang dimandikan oleh orang.

Simaklah cerita yang yang cukup pantas disebut dungu orang yang mempercayainya. Disebutkan dalam Karâmâtul Auliyâ (2/367), seorang ‘wali’ mampu mengkhatamkan al-Qur`an 360 ribu kali dalam sehari semalam (24 jam)!?. Jika akal masih sehat belum teracuni oleh pengagungan yang melampaui batas terhadap orang yang disebut ‘wali’ pastilah akan menolak fakta ini tertulis dalam kitab karomah para wali. Jika sehari semalam adalah 24 jam yang berarti 1440 detik. Maka ‘wali’ yang bersangkutan mampu mengkhatamkan 250 kali dalam semenit. !? Ini mustahil.

Beberapa pernyataan Imam Syâfi'i ini sudah cukup memadai untuk menggambarkan dan memberikan penilaian terhadap aliran Sufi dan ajaran tasawuf. Ia bukanlah ajaran yang baik bagi umat Islam. Apalagi muncul dari seorang peletak dari Ilmu Ushul Fiqih yang mengetahui syariat Islam secara mendalam.

Semoga Allâh Azza wa Jalla mengembalikan umat Islam kepada pengagungan terhadap petunjuk Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallâhu a'lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVI/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

( Ustadz Abu Minhal, Lc)
Read more →

Sunday, May 11, 2014

Tiga Landasan Utama Manhaj Salaf

,
Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dakwah salafiyah berdiri tegak di atas tiga landasan.

1. Al-Qur'anul Karim
2. Sunnah shahihah (hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih)

Para Salafiyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits-hadits shahih, (mengapa demikian?) karena di dalam sunnah (dengan kesepakatan para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits lemah (dhaif), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan. Para ulama juga bersepakat perlunya ditasfiyah (penyeleksian) mana yang hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin "bersepakat" bahwa dasar yang kedua ini (yaitu Sunnah), tidak sepatutnya diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya), karena dalam hadits-hadits tersebut terdapat hadits dhaif maupun maudhu yang tidak boleh diamalkan sekalipun dalam fadhailul amal. Inilah dasar yang kedua.

3. Al-Qur'an dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in serta tabiut tabi'in.

Inilah keistimewaan dakwah Salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah yang berdiri di muka bumi di zaman ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.

Dakwah Salafiyyah mempunyai keistimewaan dengan dasar yang ketiga ini yaitu Al-Qur'an dan sunnah wajib dipahami sejalan dengan manhaj Salafus Shalih dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in (orang yang berguru kepada tabi'in), yaitu pada tiga masa yang pertama (100H-300H) yang telah diberi persaksian oleh hadits-hadits yang telah dimaklumi, bahwa masa itu adalah masa sebaik-baik umat. Semua ini berdasarkan pada dalil-dalil yang cukup sehingga menjadikan kita mengatakan dengan pasti bahwa setiap orang yang memahami Islam dan Al-Qur'an dan hadits tanpa disertai landasan yang ketiga ini, pasti akan "datang" dengan membawa ajaran Islam yang baru.

Bukti terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang (semakin) bertambah tiap hari. Penyebabnya karena tidak berpegang teguh pada tiga landasan ini, yaitu Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam dan Pemahaman Salafus Shalih. Oleh sebab itu kita dapati sekarang di negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama munculnya di Mesir (yaitu Jama'ah Takfir wal Hijrah). Kelompok ini menyebarkan pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya di berbagai negeri Islam dan mendakwakan berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah. Alangkah serupanya dakwaan mereka itu dengan dakwaan kelompok Khawarij. Karena kelompok khawarij juga mengajak kepada Al-Qur'an dan Sunnah, akan tetapi mereka menafsirkan Al-Qur'an dengan hawa nafsu mereka dengan tanpa melihat pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan saya banyak bertemu dengan anggota mereka serta berdebat dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia tidak menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia tidak menerima tafsir itu jika tidak sesuai dengan pendapatnya. Dan orang yang mengatakan perkataan ini tidak mampu membaca ayat Al-Qur'an dengan (lancar) tanpa kesalahan. Inilah sebab penyelewangan khawarij terdahulu yang mereka adalah orang-orang Arab asli, maka apa yang dapat kita katakan pada orang khawarij masa kini yang mereka itu jika bukan orang-orang non Arab secara nyata tetapi mereka adalah orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan orang-orang Ajam yang fasih berbahasa Arab ?

Inilah realita mereka, dengan berterus terang mengatakan bahwa mereka tidak menerima tafsir nash secara mutlak kecuali jika Salafush Shalih bersepakat atasnya, demikianlah yang dikatakan salah seorang di antara mereka (sebagai usaha penyesatan dan pengkaburan). Maka aku (Al-Albani) katakan padanya : "Apakah kamu meyakini kemungkinan terjadinya kesepakatan Salafus Shalih dalam penafsiran satu nash dari Al-Qur'an ?" dia berkata : "Tidak, ini adalah sesuatu yang mustahil" maka kukatakan : "Jika demikian, apakah engkau ingin berpegang pada yang mustahil ataukah engkau bersembunyi dibalik sesuatu ?" lalu diapun mundur dan diam.

Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok sejak masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan yang ketiga in, yaitu memahani Al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman (manhaj) Salafus Shalih.

Mu'tazilah, Murji'ah, Qadariyyah, Asy'ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh penyelewengan yang terdapat pada kelompok-kelompok itu penyebabnya adalah karena mereka tidak berpegang teguh pada pemahaman Salafus Shalih, oleh karena itu para ulama' peneliti berkata.

وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ

Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. "Segala kejahatan tertumpu pada bid'ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)"

Ini bukan sya'ir, ini adalah perkataan yang disimpulkan dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" [An-Nisa'/4 : 115]

Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ

"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"

Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali".

Megapa Allah berfirman ?

وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ

"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"

Yaitu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan mengatakan : "Beginilah saya memahami Al-Qur'an dan beginilah saya memahami Hadits". Maka dikatakan kepadanya : "Wajib bagi kamu memahami Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman (Salafush Shalih). Nash Al-Qur'an ini didukung oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menguatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang perpecahan yang terjadi pada umatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّوَاحِدَة قَالُوْا مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ : الجَمَاعَةُ وَفِي أُخْرَي : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

"'Semuanya di neraka kecuali satu kelompok' para sahabat bertanya siapa kelompok itu ya Rasulullah ? beliau bersabda : "Al-Jama'ah". Dalam riwayat yang lain : "Sesuatu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan para sahabatku berpijak padanya".

Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kelompok yang selamat itu berada di atas pemahaman jama'ah, yaitu jama'ah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ? (Yang demikian itu) agar tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta'wil dan orang-orang yang mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash Al-Qur'an dan hadits.

Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ﴿٢٢﴾ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat" [Al-Qiyamah/75 : 19-20]

Ayat ini adalah nash yang jelas dalam Al-Qur'an bahwa Allah Jalla Jalaluhu memberikan karuniaNya kepada hamba-hambaNya yang beriman pada hari kiamat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia, sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli syair yang beraqidah salaf.

يَرَاهُ الْمُؤْ مِنِيْنَ بِغَيْرِ كَيْفٍ وَتَشْبِيْةِ وَضَرْبٍ لِلْمِثَلِ

"Kaum mu'min melihat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan"

Mu'tazilah berkata : "Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya di dunia maupun di akhirat", (Jika ditanyakan kepadanya): "Akan tetapi kemana kamu membawa makna ayat itu ?" dia berkata : "Ayat itu bermakna : wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya". Jika ditanyakan kepadanya : "Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti (melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman : "Kepada Rabnyallah mereka melihat?" darimana kamu datangkan kata kenikmatan ? ia berkata : Ini adalah majas (kiasan).

Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam Al-Qur'an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terkuat dan terbesar yang telah merobohkan aqidah Islam. Ayat diatas, menetapkan suatu karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hambaNya yaitu mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari kiamat, tetapi orang-orang Mu'tazilah mengatakan ini tidak mungkin.

Demikian pula firman Allah Jalla Jalaluhu.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

"Tidak ada sessuatupun yang semisalNya dan Dia maha mendengar lagi maha melihat" [As-Syuura/42 : 11]

(Orang yang berpaham Mu'tazilah berkata) : "Makna ayat itu bukan Maha Mendengar dan Maha Melihat ! Jika ditanyakan : "Mengapa?" mereka berkata : "Karena jika kita mengatakan Allah itu melihat dan mendengar maka kita telah menyerupakan Allah dengan diri-diri kita". Lalu ditanyakan kepada mereka : "Jika demikian halnya, apakah makna mendengar dan melihat ?". Yaitu mengetahui dan mendengar keduanya adalah lafadz dalam bahasa Arab. Jadi mendengar dan melihat menurut mereka sama dengan mengetahui. Akan tetapi apakah masalahnya akan selesai hingga disini ?.

Jika dikatakan "fulan alim" dalam bahasa arab ini adalah ungkapan yang diperbolehkan. Dan boleh kita menyebut seorang manusia itu alim, yang bermakna "mengungkapkan dengan cara yang melebihkan sifat tentang orang tersebut". Lalu dikatakan pada mereka : "Apakah boleh kita mengatakan bahwa fulan seorang alim ?". 'Ya', boleh, kalau begitu, kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah Jalla Jalaluhu itu Alim (Maha Mengetahui), karena hal itu akan menjadikan penyerupaan Allah Jalla Jalaluhu dengan hamba Allah Jalla Jalaluhu.

Demikianlah cara mereka menafikan atau meniadakan sifat-sifat Allah Jalla Jalaluhu. Hingga perkaranya sampai kepada pengingkaran mereka terhadap wujud Allah, baik mereka mengakui ataupun tidak mengakui, karena cara mereka yang demikian itu konsekwensinya menetapkan mereka (menginkari wujud Allah).

Dan semoga Allah merahmati Imam Ibnul Qayyim ketika beliau berkata :

المُجَسِّمُ يَعْبُدُ صَنَمًا وَ الْمُعَطِّلُ – يَعْنِي المُؤَوِّلُ – يَعْبُدُ عَدَمًا

"Orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk menyembah patung, sedang Al-Muatthil (orang yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilkannya) menyembah sesuatu yang tidak ada".

Oleh sebab itu dari kalangan orang-orang yang tidak berpegang kepada metode Salafus Shalih tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, mereka berkata : "Allah tidak berada diatas". Nah ! Apakah engkau dapati dalam Al-Qur'an bahwa Allah tidak di atas ? Kita mendapati dalam Al-Qur'an, Allah mensifati hambaNya.

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ

"Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka" [An-Nahl/16 : 50]

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy" [Thaha/20 : 5]

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ

"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan" [Al-Ma'arij/70 : 4]

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

"KepadaNya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya [Faathir/35 : 10]

Dan seterusnya, lalu mereka katakan : "Allah tidak berada di atas !!"
Kalau begitu berada di bawah ??
Mereka berkata : "Tidak berada dibawah !!"
Kalau begitu di sebelah kanan ??
Tidak !! tidak berada disebelah kanan ! Tidak, disebelah kiri ! Tidak, di depan dan tidak pula di belakang ! Tidak juga berada di dalam alam ini atau di luarnya !

Kalau begitu apa yang tersisa dari wujud keberadaan Allah ?! Yang tersisa adalah Al'Adam (tidak ada).

Inilah ilmu yang mana para ulama ahli kalam tanpa terkecuali terbelit dalam kesulitan dan binasa didalamnya, kecuali ulama yang berada diatas manhaj Salafush Shalih. Semua ulama ahli kalam tanpa terkecuali, baik yang berpemahaman 'As'ariyah atau Maturidiyah, kecuali beberapa gelintir manusia diantara mereka yang beriman kepada apa yang dipahami oleh Salafush Shalih, sebagaimana perkataan sebagian dari mereka.

وَرَبُّ الْعَرشِ فَوْقَ الْعَرْشِ لَكِنْ بَلاَوَصْفِ التَّمَكُّنِ وَاتَّصَالِ

"Dan Rabbul Arsy (Allah) berada di atas Arsy, akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel (Nya pada Arsy)"

Artinya : "Tiadalah sesuatu yang serupa denganNya" Allah mensifati dirinya bahwa Dia bersemayam diatas Arsy, dan Rabbul Arsy (pencipta Arsy) berada di atas Arsy akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel(Nya pada Arsy).

Lihatlah wahai saudara-saudara kami khususnya para pemuda ! bukankah kita menginginkan untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang Islami, dan menginginkan berdiri di depan (menghadapi) kelompok atheis dan komunis, dan kelompok-kelompok semisal mereka ?! Dengan apakah kita akan berdiri di depan (menghadapi) mereka ! Apakah dengan ilmu yang diambil dari Kitabullah dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai Manhaj Salafus Shalih ataukah dengan ilmu kalam ?

Akan tetapi aku katakan merupakan suatu kebaikan bagi kalian atau sebagian di antara kalian jika sesungguhnya dia belum pernah membaca ilmu kalam, ini adalah hak atau dia tidak mengetahui bahwa kadang-kadang ia mengetahui atau mendengar ini. Lalu merasa heran, apakah ada kaum muslimin yang beraqidah semacam ini ?? (jawabnya) : "Ya, ada". Bacalah kitab "Ihya Ulumudin" karya Al-Ghazali, dan beberapa tulisan-tulisan yang baru yang telah dicetak dan menyebar di zaman ini "dengan nama aqidah". Niscaya kalian akan dapati didalamnya pengingkaran itu dicetak dengan cetakan yang baru pada masa kini, dan (di dalamnya termaktub) bahwasanya Allah tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak di sebelah kanan, tidak pula di sebelah kiri, dan seterusnya.

Oleh karena itu, semoga Allah merahmati salah seorang Umara' (penguasa) di Damaskus yang ikut hadir dalam sebuah dialog antara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan orang-orang yang bepemahaman Muatthilah (orang-orang yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilnya), tatkala ia mendengar perkataan mereka dan juga perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafus Shalih, iapun merasa puas dan yakin bahwa inilah (perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafush Shalih) aqidah yang benar. Lalu ia menoleh kepada Ibnu Taimiyah dan berkata :

هَؤُلاَءِ – يُشِيْرُ إِلَى الْمَشَايِخِ- قَوْمٌ أَضَاعُوْارَبَّهُمْ

"Mereka itu (sambil menunjuk ke arah para Syaikh yang menjadi lawan dialog Ibnu Taimiyyah) adalah suatu kaum yang meniadakan atau menyia-nyiakan Rabb mereka"

Ini adalah perkataan yang benar, mereka adalah kaum yang meniadakan Rabb mereka. Mengapa (mereka berkata) : "Allah tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak disebelah kanan, tidak pula disebelah kiri, dan seterusnya ?"

Inti dari masalah yang saya sebutkan diatas " Apakah yang membinasakan ulama kaum muslimin??" terlebih lagi penuntut ilmu mereka ?? Dan lebih dari itu semuanya orang awam mereka kepada 'kerendahan' dan 'kesesatan yang nyata ini ??'

Kami menasehati setiap kaum muslimin di dunia ini agar 'menggabungkan' keharusan berpegang kepada kitab dan sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih. Dan kalau tidak demikian halnya maka setiap kelompok di dunia ini akan berkata : "Kita berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah".

Satu kelompok yang paling sesat pada saat ini, (yang mana mereka mengaku Islam, melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji ke Baitul Haram) yaitu Ahmadiyah Al-Qadyaniyah. Walaupun mengaku Islam dan melaksanakan kewajibannya, mereka mengingkari hakikat-hakikat agama Islam itu sendiri dengan nama takwil. Dan mereka juga tidak berpegang dengan pemahaman kaum muslimin terdahulu maupun sekarang. Karena seluruh kaum muslimin bersepakat bahwa tidak ada nabi setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, maka bagaimana mereka (Ahmadiyah Qadyaniyah) yang mengaku beragama Islam lalu berkata : "Telah datang seorang nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani, dan akan datang pula banyak nabi sesudahnya "

Seorang muridnya telah datang lalu berusaha menyebarkan pemikiran ini, dan Alhamdulillah para ulama "bangkit" membantahnya, kadang-kadang dengan menggunakan cemeti, terkadang dengan teriakan, kadang-kadang dengan "perkataan". Segala puji hanya bagi Allah, kita telah dipelihara dan kejahatan mereka, dan sayapun banyak berpartisipasi dalam membantah mereka.

Inti dari kisah diatas, bagaimana mereka (bisa) tersesat ?

Rasulullah telah bersabda :

لاَنَبِيَّ بَعْدِي

"Tidak ada nabi sesudahku"

Tahukah kalian apa makna "Tidak ada nabi sesudahku ?" mereka (Ahmadiyah Qadaniyah) mengartikan hadits itu : "Bersamaku tidak ada nabi, akan tetapi jika aku telah mati akan ada nabi". Mereka menakwilkan nash dan hadits ini. Mereka (juga berkata) pada firman Allah.

وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

"Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi" [Al-Ahzab/33 : 40]

"Akan tetapi Rasulullah adalah "khatamun nabiyyin". Apakah makna khatamun nabiyyin ? (mereka berkata) : "perhiasan para nabi". Karena makna khatam adalah perhiasan jari, maka Rasulullah adalah perhiasan para nabi dan bukanlah maknanya tidak ada lagi Nabi sesudah Rasulullah.

Jika demikian maknanya, apakah seluruh kaum muslimin salah dalam memahami nash-nash itu ?

Pembahasan ini sangat banyak dan panjang sekali, maka cukuplah bagi kita sekarang ini tiga landasan Salafiyah : Al-Qur'an, Hadits-hadits yang shahih serta diatas Pemahaman Salafush Shalih.

Adapun tujuan-tujuan da'wah Salafiyyah adalah mewujudkan masyarakat Islam yang mana dengan masyarakat yang Islami itu dapat merealisasikan hukum-hukum Islam, bukan hukum-hukum selainnya. (Karena) penerapan hukum Islam pada masyarakat yang tidak Islami adalah dua hal yang kontradiksi, berlawanan dan tidak akan bertemu.

Kesimpulan

Wajib berpegang teguh kepada manhaj atau madzhab Salaf, dia adalah sebuah jaminan bagi seorang muslim untuk tergolong menjadi firqotun najiyah (kelompok yang selamat) dan tidak masuk dalam kelompok yang sesat. Itulah yang akan memeliharanya.

Dan terakhir, hendaknya kita menolehkan pandangan kita ketika mengajak seluruh kaum muslimin untuk berpegang kepada Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah diatas manhaj Salafus Shalih sebagaimana yang telah kita jelaskan dengan keterangan dan dalil-dalil yang shahih, bahwasanya kita tidak jauh dari mereka dalam masalah pokok keimanan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, akan tetapi kita mendakwahi mereka dengan cara yang baik kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Karena kita yakin bahwa mereka adalah "orang-orang yang sakit" dalam aqidah mereka yang dengannya mereka telah menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah. Maka kami mendakwahi mereka sebagai sebuah kewajiban dalam dakwah dan merupakan kaidah dasar pada setiap orang yang ingin mengajak kepada Islam, yaitu firman Allah Tabaraka wa Ta'ala.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" [An-Nahl/16 : 125]

Maka wajib bagi kita untuk tidak menganggap remeh dan menggampangkan terhadap (orang-orang yang menyimpang dari manhaj Salafus Shalih) tidak hanya dalam permasalahan hukum, bahkan dalam banyak permasalahan aqidah, sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas pada hal-hal yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah dan semisal itu. Maka kami mendakwahi mereka dengan cara yang terbaik, tidaklah kita jauhi dan meninggalkan mereka, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ عَلَى يَدَيكَ رَجُلاً أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْحُمْرِ النَّعَمِ

 "Bahwa Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantarmu labih aku sukai daripada unta merah (harta yang berharga -pent)"

[Disalin dari Majalah : Al Ashalah 27/74-78. Diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/ 2003 - 14124H,Terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya. Jl Sultan Iskandar Muda No. 46 Surabaya]
Sumber : www.almanhaj.or.id
(Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani)
Read more →

Melaksanakan Perintah Dan Meninggalkan Larangan, Mudah Mana...?

,
Istilah takwa seringkali diartikan dengan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.

Keduanya harus seiring sejalan, agar tiada "kepincangan"

A. Terima Dan Tinggalkan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya“ (QS. Al-Hasyr: 7)

B. Tunaikan Semampunya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa yang telah kularang kalian darinya, maka tinggalkanlah. Dan apa saja yang telah kuperintahkan dengannya, maka tunaikanlah semampu kalian...” (HR. al-Bukhari: 7288, Muslim: 1337)

Perintah dikaitkan dengan kemampuan
Tidak bisa shalat berdiri, boleh duduk atau berbaring, atau lainnya.
Tidak mampu berpuasa sebab sakit atau musafir, hamil atau menyusui bisa diganti berpuasa di lain hari atau membayar fidyah.

Adapun larangan tidak dikaitkan dengan kemampuan, karena pada hakikatnya "hanya" perlu tidak mengerjakan
Meninggalkan larangan tidak memerlukan upaya lebih daripada melaksanakan perintah.
Dilarang melihat yang bukan haknya, berpacaran, atau pun berzina, hanya perlu tidak melaksanakan...
Tidak boleh mencuri, hanya butuh berdiam diri tak melakukan...

Jadi...

Melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, seharusnya mudah mana...?
Read more →

Jerat-jerat Setan dalam Menggoda Manusia

,
Firman اَللّهُ سبحانه وتعالى :
"Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau Aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka. (Shad: 82-83)

Ibnul Qayyim menyebutkan dlm kitab Al Bada'iul Fawaaid: "Sesungguhnya setan mengajak manusia kepada enam perkara, ia baru melangkah kepada perkara kedua bila perkara pertama tidak berhasil dilakukannya. Langkah-langkah setan dalam menggoda manusia:

1. Mengajaknya berbuat syirik dan kekufuran. Jika hal ini berhasil dilakukannya berarti setan telah menang dan tidak sibuk lagi dgnnya.

2. Jika tidak berhasil, setan akan mengajaknya berbuat bid'ah. Jika sudah terjerumus ke dalamnya maka setan akan membuat bid'ah itu indah dimatanya hingga ia rela dan setanpun membuatnya puas dengan bid'ah itu.

3. Jika tidak berhasil juga, setan akan menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa besar

4. Jika tidak berhasil, setan akan menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa kecil

5. Jika ternyata tidak berhasil juga setan akan menyibukkannya dengan perkara-perkara mubah hinggai ia lupa beribadah

6. Jika tidak mempan juga, setan akan membuainya dengan perkara-perkara kurang penting hingga ia abaikan perkara-perkara terpenting

7. Jika gagal juga maka setan akan melakukan tipu daya terakhir, yaitu mengerahkan bala tentaranya dari jenis manusia untuk menyerang orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya
Allah Ta'ala mengabarkan bahwa dikalangan manusia ada juga yang berperan sebagai setan, firman اَللّهُ سبحانه وتعالى :
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112)

Oleh sebab itu banyak kita temui setan-setan jenis manusia ada yang menyeru kepada kekufuran, syirik, mengajak orang berbuat dosa baik dosa besar maupun dosa kecil, atau mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang melalaikan...

(Ustadz Abdussalam Busyro, Lc حفظه الله تعالى)
Read more →

Saturday, May 10, 2014

Bergaul dengan Orang IKHLAS dan Manfaatnya

,
Dikisahkan bahwa pada masa dahulu dijumpai tiga orang yang terperangkap dalam goa. Terbukalah pintu goa dengan sebab keikhlasan doa. Hingga ketiganya berdoa dan terbuka penutup goa tersebut dan terbebaslah semua, lantaran manfaat yang mereka gapai bersama, satu dengan lainya.

Dari sini kita mengetahui faidah dan manfaat dari bergaul bersama orang yang ikhlas, atas karunia Allah yang dilimpahkan kepada mereka.


Sebagaimana pula disebutkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

”Sesungguhnya Allah memiliki malaikat berjalan betebaran di muka bumi yang mengikuti majalis-majalis dzikir, jika menjumpai suatu majlis dzikir maka ia ikut duduk bersama mereka dengan membentangkan sayap hingga memenuhi langit dunia, jika selesai maka malaikat tersebut terbang ke atas langit hingga ditanya Allah Ta’ala -dan Dia lebih mengetahui dari mana mereka datang- maka malaikat menjawab, 
“Kita datang dari kumpulan hamba-Mu di muka bumi yang mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan memohon kepada-Mu“. 

Dikatakan, ”Apa yang mereka mohon?”. 
“Mereka memohon surga-Mu,” 

“Apakah mereka pernah melihat surga?”. “Tidak wahai Robb“. 

“Bagaimana jika ia melihat sorga?” “Mereka akan memohon perlindungan.” 

“Perlindungan dari apa?”, 
“Dari neraka-Mu wahai Robb”,

 “Apakah mereka melihat neraka?”, 
“Tidak Ya Robb”, 

“Bagaimana jika mereka melihat neraka?”, 
“Mereka akan memohon ampunan kepada-Mu“. 

Maka Allah katakan, ”Aku telah mengampuni mereka dan Aku berikan apa yang mereka ingginkan serta Aku berikan perlindungan untuk mereka”. 

Ya Robb, diantara mereka terdapat seorang hamba yang banyak melakukan kesalahan, ia melewati majlis tersebut dan ikut duduk bersama mereka?” Maka Allah berkata, ”Aku telah berikan ampunan padanya, mereka adalah sekelompok yang tidak akan menyengsarakan rekanan duduknya”. 

(HR Muslim)

-Kitabul Ikhlas hal: 38-39 - 

(Ust. Rochmad supriyadi LC)
Read more →

Thursday, May 8, 2014

10 Cara mendapatkan Qanaah

,
Memang qana’ah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Banyak sekali hasil dan manfaat memiliki sifat qanaah ini. Nah untuk mendapatkannya perlu adanya beberapa kiat yang dengan izin Allah akan membawa kita padanya. Di antaranya yaitu:

1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)

“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)

4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.
Allah berfirman,
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)

5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah
Rasulullah adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)

6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?

8. Membaca Kehidupan Salaf
Maksudnya melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.
Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).
Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”

(Sumber: “Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil)
Read more →

Menebar Dusta Meraih Bahagia

,
Akhi Ukhtii moga selalu dalam lindungan Allah

“Tinggalkanlah dusta, karena dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka”.

Kiranya seperti itulah makna salah satu pesan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun ternyata ada dusta yang boleh, bahkan itu adalah bumbu penyedap untuk kehidupan suami istri.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لا يصلح الكذب إلا في ثلاث: يحدث الرجل امرأته ليرضيها والكذب في الحرب والكذب ليصلح بين الناس

”Tidak dibenarkan berdusta kecuali dalam tiga hal:”Seorang laki-laki yang berbicara kepada istrinya demi menyenangkan hatinya, dusta dalam peperangan dan dusta untuk memperbaiki hubungan manusia (yang sedang berseteru).”(HR. Tirmidzi no. 1939, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2834)

Tapi perlu digaris bawahi, bahwa kebolehan ini bukan secara mutlak, yang diperbolehkan adalah dusta yang tujuannya memperbaiki hubungan dan menyenangkan hati, seperti seorang suami yang mengatakan kepada istrinya:

KAU ADALAH PEREMPUAN TERINDAH UNTUKKU

RONA WAJAHMU SELALU MEMBAYANGI JALAN-JALANKU

AKU TAK KUASA BILA TAK MELIHAT WAJAHMU

AKU AKAN SELALU ADA UNTUKMU, SAYANG!!!

MASAKANMU TIADA YANG MENANDINGINYA

Begitu pula sang istri kepada suaminya.

Inilah dusta yang seharusnya dipelajari oleh para pasutri, karena di dalamnya mengandung banyak hikmah, dan inilah gombal yang kadang kala sebagian suami sulit untuk mengungkapkannya, oleh karena itu harus ada latihan...

(Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah MA حفظه الله تعالى)
Read more →

Musibah itu Membuatku Tersenyum

,
Ternyata di balik cobaan, ujian, musibah yang didapatkan oleh seorang hamba terdapat keutamaan yang luar biasa. Oleh karena itu, sebenarnya, orang yang sedang diuji oleh Allah Ta’ala dengan berbagai macam cobaan, seharusnya tersenyum, gembira dan bersyukur. Mengapa demikian? Karena ujian dari Allah Ta’ala itu indah dan nikmat. 
Coba kita perhatikan beberapa hal-hal berikut:

Pertama, Shalawat Allah Ta’ala, rahmat dan petunjuk-Nya bagi yang sabar ketika mendapatkan ujian.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ  الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ  أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-BAqarah: 155-158)

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang sabar ketika mendapatkan ujian maka dia akan mendapatkan tiga keutamaan sekaligus, shalawat Allah Ta’ala, rahmat dan petunjuk-Nya. Dan perlu diperhatikan, bahwa Allah Ta’ala tidak pernah mengumpulkan tiga keutamaan sekaligus dalam satu ayat, kecuali di dalam ayat ini yaitu keutamaan bagi orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah. Makna shalawat Allah Ta’ala kepada orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah adalah: Allah Ta’ala memuji orang tersebut di hadapan para malaikat-Nya yang suci, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Al ‘Aliyah Ar rayyahi rahimahullah. (Lihat Syarah Al Mumti’, karya Ibnu Utsaimin 3/163-164).

Kedua, sebesar ujian sebesar itu pula pahala yang disediakan Allah Ta’ala.

Ketiga, Orang yang diuji Allah adalah bukti cinta-Nya kepada orang tersebut.

عن أنس رضي الله عنه, عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ ».

Artinya: “Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan jika Allah mencintai suatu kaum Dia akan menguji mereka, siapa yang ridha maka baginya keridhaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)."(Hadits riwayat Tirmidzi (no. 2576) dan dishahihkan oleh Al Albani)

Kalau begini, kenapa harus terus masuk dalam kesedihan, sebesar ujian sebesar itu pula pahala yang disediakan Allah Ta’ala. Maka cobalah untuk tersenyum ketika mendapatkan ujian, cobaan atau musibah.

Dan betapa, seorang hamba sangat membutuhkan ampunan dari Allah Tabaraka wa Ta’ala, karena seorang manusia adalah yang sudah ditegaskan sering melakukan kesalahan dan dosa.

عنْ أَنَسٍ  رضي الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»

Artinya: “Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shalallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap anak keturunan Adam adalah seorang yang selalu melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang selalu melakukan kesalahan adalah orang-orang yang selalu bertaubat.” ((Lihat Syarah Al Mumti’, karya Ibnu Utsaimin 3/163-164).

Keempat, Musibah menghapuskan dosa dan kesalahan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِى نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ujian selalu bersama dengan orang beriman lelaki dan perempuan, baik di dalam diri, anak dan hartanya, sampai dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai satu kesalahanpun.” (Hadits riwayat Tirmidzi (no. 2687) dan dishahihkan oleh Al Albani)

Kelima, Seorang yang mendapatkan cobaan berarti diinginkan kebaikan oleh Allah Ta’ala

عن أَبَي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - «مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ»

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diinginkan Allah kebaikan maka Allah akan mengujinya.”
Demikianlah sebagian keutamaan yang disediakan bagi orang yang dirundung musibah, cobaan dan ujian. Semoga Anda yang lagi mendapat musibah bisa tersenyum setelah membacanya. Allahumma amin.


(Ustadz Ahmad Zainuddin, Dammam KSA)
Read more →

Bisa Istiqamah dalam Bekerja tetapi koq tidak Istiqamah dalam Ibadah?

,
Saudaraku seiman…

Sering melihat dan bertanya kepada sebagian orang tentang pekerjaan yang mereka kerjakan semenjak puluhan tahun, ada yang menjual bawang semenjak 20 tahun yang lalu, ada yang jualan bakso semenjak 35 tahun yang lalu, ada yang menjadi pengusaha semenjak 50 tahun lalu!
Masya Allah...koq bisa...?

Tetapi kenapa ibadah terkadang sulit untuk terus menerus dilakukan bahkan ironisnya kadang ibadah tersebut naik sangat drastis dan turunnya sangat drastis, bahkan benar-benar terputus ibadahnya. 

Kenapa demikian...?

Salah satu jawabannya adalah : Bekerja mampu Istiqomah karena di dalamnya seseorang tidak memperhatikan apakah kalau ia bekerja dilihat oleh orang lain atau tidak dilihat. Dan juga, bekerja mampu Istiqomah karena di dalamnya seseorang tidak mengharapkan apakah kalau ia bekerja akan diberi hadiah atau tidak oleh orang lain..

Sedangkan ibadah, mengapa terkadang terputus-putus bahkan benar-benar terputus? Karena terkadang di dalam ibadah tersebut seseorang memperhatikan apakah ibadahnya disaksikan oleh orang lain atau tidak? Kalau disaksikan maka ia akan terus beribadah dan kalau tidak dilihat ia tidak akan meneruskan ibadahnya..
Dan juga..seseorang beribadah terkadang terputus-putus bahkan benar-benar terputus karena ketika beribadah menginginkan hadiah dan pemberian dari orang lain. Kalau diberi ia lanjutkan ibadahnya dan jika tidak diberi maka ia berhenti dari ibadahnya.

Dan dua hal ini:
1. Selalu ingin disaksikan dan dipuji oleh manusia, dan
2. Ingin selalu mendapatkan pemberian dan hadiah dari manusia
adalah dua hal yang merupakan musuh IKHLASH yang mengakibatkan akhirnya seseorang sulit untuk Istqomah dalam ibadah, karena kiat yang paling jitu agar Istiqomah adalah IKHLASH (murni hanya karena Allah ta'ala semata, tidak menginginkan persaksian dan pujian apapun kecuali dari Allah dan tidak mengingingkan hadiah atau pemberian apapuan kecuali dari Allah). Dengan inilah ibadah dapat Istiqomah.
Semoga mudah untuk dipahami dan diamalkan...
Tentang  dua musuh IKHLASH dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah Rahimahullah, berliau berkata :

 لا يجتمع الإخلاص في القلب ومحبة المدح والثناء والطمع فيما عند الناس إلاّ كما يجتمع الماء والنار والضب والحوت
"TIDAK TERKUMPUL IKHLAS DI DALAM HATI DAN KECINTAAN TERHADAP PUJIAN DAN SANJUNGAN SERTA RAKUS TERHADAP APA YANG ADA DI TANGAN MANUSIA KECUALI SEBAGAIMANA BERKUMPULNYA AIR DENGAN API ATAU HEWAN ADH DHABB DENGAN IKAN." (lihat di dalam kitab Al Fawaid, hal. 148).
Tentang IKHLASH adalah kiat jitu agar selalu Istiqomah dijelaskan oleh Abul 'Aliyah:

وقال أبو العالية: { ثُمَّ اسْتَقَامُوا } أخلصوا له العمل والدين. 
Artinya: “Kemudian mereka istiqamah, yaitu mengikhlaskan amal dan agama hanya kepada-Nya”. lihat tafsir Ibnu Katsir pada surat Fushshilat ayat 30.

(Ustadz Ahmad Zainuddin)
Kamis, 8 Rabi'ul Awwal 1434H, Lombok Barat Mataram
Read more →

Wednesday, May 7, 2014

Mengamalkan Ilmu adalah Tanpa Kecerdasan dan Kepintaran

,

«قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ «لَيْسَ الْعَاقِلُ الَّذِي يَعْرِفُ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ وَلَكِنَّ الْعَاقِلَ الَّذِي يَعْرِفُ الْخَيْرَ فَيَتَّبِعُهُ، وَيَعْرِفُ الشَّرَّ فَيَتَجَنَّبُهُ»

Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullah (w: 161H): “Bukanlah seorang yang pintar yang mengetahui kebaikan dan keburukan, akan tetapi seorang yang pintar adalah seorang yang mengetahui kebaikan lalu ia mengikutinya dan mengetahui keburukan lalu ia meninggalkannya.” Lihat kitab Al ‘Aql wa fadhluhu, karya Ibnu Abid Dunya
Read more →

Karena Doa, Hutang Menjadi Kekayaan

,
Dalam Shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Zubeir ra, katanya, “Di hari perang Jamal, Zubeir sempat memanggilku. Setelah berdiri di sampingnya, ia berkata kepadaku, “Hai puteraku, yang akan terbunuh hari ini hanyalah orang zhalim atau yang terzhalimi. Dan kurasa aku akan terbunuh hari ini sebagai pihak yang terzhalimi. Akan tetapi beban fikiran terberatku di dunia ini ialah hutangku. Apakah menurutmu hutang kita akan menyisakan harta kita walau sedikit?”, Tanya Zubeir.


“Wahai puteraku, juallah aset yang kita miliki untuk menutup hutang-hutangku” kata Zubeir. Lalu ia berwasiat agar sepersembilan hartanya yang tersisa diperuntukkan bagi anak-anak Abdullah, puteranya. Dan ketika itu, ada sebagian putera Abdullah yang umurnya setara dengan putera Zubeir, yaitu Khubaib dan Abbad. Sedangkan Zubeir sendiri saat itu meninggalkan sembilan orang putera dan sembilan orang puteri, tutur Abdullah.
Zubeir lantas berpesan kepadaku, “Hai puteraku, jika engkau tak sanggup melakukan sesuatu demi melunasi hutang ini; maka minta tolonglah kepada tuanku”. Kata Zubeir. Demi Allah, aku tidak faham apa maksudnya, maka tanyaku, “Wahai Ayah, siapakah tuanmu itu?”, “Allah” jawab Zubeir.
Sungguh demi Allah, tiap kali aku terhimpit musibah dalam melunasi hutang tersebut, aku selalu berkata, “Wahai tuannya Zubeir, lunasilah hutang-hutangnya”… dan Allah pun melunasinya, kata Abdullah.
Tak lama berselang, Zubeir ra pun terbunuh. Ia tak meninggalkan sekeping dinar pun maupun dirham. Peninggalannya hanyalah dua petak tanah, yang salah satunya berada di Ghabah (Madinah), lalu sebelas unit rumah di Madinah, dua unit rumah di Basrah, satu unit di Kufah, dan satu lagi di Mesir. Sedangkan hutang-hutang tersebut timbul karena Zubeir sering dititipi uang oleh orang-orang. Maka kata Zubeir, “Anggap saja ini sebagai hutang, karena aku takut uang ini hilang”. Sedangkan Zubeir sendiri tidak pernah menjabat sebagai gubernur maupun pengumpul zakat atau yang lainnya. Ia hanya mendapat bagian dari perangnya bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar, atau Utsman radhiyallaahu ‘anhum.
Maka kuhitung total hutang yang ditanggungnya, dan jumlahnya mencapai 2,2 juta dirham! Hakiem bin Hizam pernah menemui Abdullah bin Zubeir dan bertanya, “Wahai putera saudaraku, berapa hutang yang ditanggung saudaraku?”. Maka Ibnu Zubeir merahasiakannya, dan hanya mengatakan “seratus ribu”. Hakiem pun berkomentar, “Demi Allah, harta kalian takkan cukup untuk melunasinya menurutku”. “Lantas bagaimana menurutmu jika hutang tadi berjumlah 2,2 juta?!” Tanya Ibnu Zubeir. “Kalian takkan sanggup melunasinya. Dan jika kalian memang tidak sanggup, maka minta tolonglah kepadaku” jawab Hakiem.
Abdullah lantas mengumumkan, “Siapa yang pernah menghutangi Zubeir, maka silakan menemui kami di Ghabah”. Maka datanglah Abdullah bin Ja’far yang dahulu pernah menghutangi Zubeir sebesar 400 ribu dirham. Ibnu Ja’far berkata kepada Ibnu Zubeir, “Kalau kau setuju, hutang itu untuk kalian saja”. “Tidak”, jawab Ibnu Zubeir. “Kalau begitu, biarlah ia hutang yang paling akhir dilunasi” kata Ibnu Ja’far. “Jangan begitu”, jawab Ibnu Zubeir. “Kalau begitu, berikan aku sekapling tanah dari yang kalian miliki” pinta Ibnu Ja’far. “Baiklah. Kau boleh mengambil kapling dari sini hingga sana”, kata Ibnu Zubeir.
Ibnu Ja’far lantas menjual bagiannya tadi dan mendapat pelunasan atas hutangnya. Sedangkan tanah tersebut masih tersisa empat setengah kapling. Ibnu Zubeir lantas menghadap Mu’awiyah yang kala itu sedang bermajelis dengan ‘Amru bin Utsman, Mundzir bin Zubeir, dan Ibnu Zam’ah. Mu’awiyah lantas bertanya, “Berapa harga yang kau berikan untuk tanah Ghabah?”. “Seratus ribu per kapling” jawab Ibnu Zubeir. “Berapa kapling yang tersisa?” Tanya Mu’awiyah. “Empat setengah kapling” jawab Ibnu Zubeir.
Maka ‘Amru bin Utsman berkata, “Aku membeli satu kapling seharga seratus ribu”, sedangkan Mundzir bin Zubeir dan Ibnu Zam’ah juga mengatakan yang sama. Lalu Mu’awiyah bertanya, “Berapa kapling yang tersisa?”. “Satu setengah kapling” jawab Ibnu Zubeir. “Kubeli seharga 150 ribu”, kata Mu’awiyah. Sebelumnya, Abdullah bin Ja’far menjual kaplingnya kepada Mu’awiyah seharga 600 ribu. Dan setelah Ibnu Zubeir selesai melunasi hutang ayahnya. Datanglah anak-anak Zubeir kepadanya untuk minta jatah warisan. Tapi kata Ibnu Zubeir, “Tidak, demi Allah. Aku takkan membaginya kepada kalian sampai kuumumkan selama 4 tahun di musim haji, bahwa siapa saja yang pernah menghutangi Zubeir hendaklah mendatangi kami agar kami lunasi”. Maka Ibnu Zubeir pun mengumumkannya selama 4 tahun.
Setelah berlalu empat tahun, barulah Ibnu Zubeir membagi sisa warisannya. Ketika itu, Zubeir meninggalkan 4 orang istri, dan setelah dikurangi sepertiganya, ternyata masing-masing istrinya mendapatkan 1,2 juta. Dan setelah ditotal, ternyata nilai total harta peninggalannya mencapai 50,2 juta ![1]
Sungguh luar biasa memang pengaruh doa. Tak hanya menolak musibah dan meringankan bencana, namun doa membalik itu semua menjadi karunia yang tak terhingga. Walau secara matematis jumlah hartanya takkan cukup untuk melunasi 10% dari hutangnya, akan tetapi lewat doa, itu semua teratasi. Kalaulah Zubeir mengajarkan doa tersebut kepada puteranya, maka doa apa kiranya yang harus kita baca agar terbebas dari lilitan hutang?
Dalam Shahih Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah mengajarkan agar kita membaca doa berikut tiap hendak tidur,
اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ مُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ أَنْتَ الْأَوَّلُ لَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْآخِرُ لَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الظَّاهِرُ لَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْبَاطِنُ لَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنْ الْفَقْرِ
Wahai Allah penguasa langit, ‘arasy yang agung, dan penguasa segalanya. Wahai yang menurunkan Taurat, Injil, dan Al Qur’an. Wahai yang membelah biji dan benih (menjadi tanaman). Tiada ilah selain Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari setiap kejahatan manusia yang jahat, sebab Engkaulah yang menguasai ubun-ubunnya. Engkaulah yang pertama, yang tiada apa pun sebelumMu; dan Engkaulah yang terakhir, yang tiada apa pun setelahMu. Engkaulah yang dhahir, yang tiada apa pun di atasMu; dan Engkaulah yang bathin, yang tiada apapun yang menghalangiMu. Lunasilah hutang kami dan entaskan kami dari kefakiran.[2]


[1] Shahih Bukhari no 3129.
[2]  Shahih Muslim, no 2713.


Sumber : www.basweidan.com
Artikel : KajianSunnah.Net
Read more →

Mengapa Harus Beribadah?

,
Satu pertanyaan yang terlontar, apakah ibadah tersebut untuk kepentingan dan kebahagian manusia ataukah untuk menyusahkan dan membebani mereka? 
Semua manusia bahkan semua makhluk mesti butuh mencari semua kemafaatan dan dijauhi dari segala kemudhoratan. Kemanfaatan berupa kenikmatan dan kelezatan dan kemudhoratan berupa rasa sakit dan siksaan. 

Sehingga manusia membutuhkan empat perkara yaitu:
1. sesuatu yang ia cintai dan cari, yaitu kebahagiaan.
2. sesuatu yang ia benci dan jauhi, yaitu kemudhoratan
3. cara atau wasilah mencapai kebahagian
4. cara atau wasilah menjauhi kemudhoratan

Keempat perkara ini harus ada pada setiap makhluk hidup agar dapat hidup dan menikmati kehidupannya. Semua usaha manusia pasti untuk mencapai keempat perkara ini. 

Allah Ta’ala lah yang memiliki keempat perkara ini, Dialah yang memberikan kebahagian hambaNya dan melepaskan mereka dari kemudhoratan. Juga Dialah yang memiliki dan mengetahui cara atau wasilah mendapatkan kebahagian dan keselamatan tersebut. Tentunya ini memaksa seorang hamba untuk beribadah hanya kepadanya dan meminta bantuan dalam mendapatkan kebahagian dan keselamatan hanya kepadaNya. Sebab semua yang diinginkan dan diharapkan hanya ada pada Allah Ta’ala.

Jelaslah peribadatan yang dilakukan seorang hamba hanyalah untuk kepentingannya, bukan kepentingan orang lain atau kepentingan yang Mahakuasa. 

Inilah maksud dan tujuan penciptaan mereka yaitu beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan yang lain. 

Allah berfirman:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon. 

Mari capai kesempurnaan sifat manusia kita dengan ibadah 

(Ustadz Kholid Syamhudi, Lc حفظه الله تعالى)
Read more →

Rahasia Rumput Tetangga Lebih Hijau

,
Sobat, anda pernah melihat wanita yang aduhai cantiknya, sehingga memikat hati anda ? Atau barang kali anda merasa bahwa "ladang tetangga" senantiasa nampak lebih hijau nan menyegarkan dibanding "ladang anda "sendiri ?

Pernahkah anda berpikir, mengapa semua itu bisa terjadi ? 

Ketahulah sobat ! Sejatinya yang menyebabkan anda begitu tergoda dan "ladang tetangga" nampak lebih hijau dibanding "ladang" sendiri adalah nafsu birahi setan.

Setan menipu pandangan anda dan menggoyang-goyang jantung anda sehingga setiap melihat "ladang tetangga" atau wanita yang tidak halal spontan jantung anda terasa berdebar-debar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إن المرأة عورة، فإذا خرجت استشرفها الشيطان

"Sejatinya wanita itu adalah aurat, sehingga setiap kali mereka keluar dari rumahnya, maka setan pasti mengesankan mereka nampak begitu cantik rupawan. (Ahmad)

Inilah yang terjadi, jantung anda berdebar-debar karena sedang digoyang-goyang oleh setan sehingga darah anda mengalir dengan deras dan nafsu andapun bangkit.

Segera baca ta'awuz (memohon perlindungan kepada Allah) dari godaan setan dan segera palingkan pandangan anda setiap melihat wanita yang tidak halal, agar setan tidak terus menggoyang-goyang jantung anda. 

Dan kalau sudah menikah, segera pulang karena istri anda memiliki semua yang dimiliki oleh wanita yang anda anggap aduhai tersebut. Bahkan bisa jadi istri anda lebih spesial dibanding wanita tersebut.

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ الَّتِي تُعْجِبُهُ فَلْيَرْجِعْ إِلَى أَهْلِهِ حَتَّى يَقَعَ بِهِمْ، فَإِنَّ ذَلِكَ مَعَهُمْ» 

"Bila engkau melihat seorang wanita yang menjadikanmu tertegun kagum maka segeralah engkau pulang menjumpai istrimu dan lampiaskanlah hasratmu padanya, karena semua yang ada pada wanita tersebut ada pula pada istrimu. (Ibnu Hibban dan lainnya).

(Ust. DR. Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى)
Read more →

Kelembuatan di Rumah Tanda Kebahagian

,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ

"Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukkan kelembutan kepada mereka" 
(HR Ahmad dan dishahikan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 523)

Renungkanlah kondisi rumah tanggamu…
jika selalu dipenuhi dengan suara keras..., 
suara lantang...,
kekasaran…, 
bentakan..., 
pukulan terhadap anak-anak...,
jeritan anak-anakmu…, mengangkat suara di hadapan suami…,

Maka Ketahuilah…
engkau sedang jauh dari kebaikan…,

Segera rubahlah sikapmu…
perbaiki kondisi rumahmu, 
penuhi dengan senyuman, kelembutan, niscaya Allah menebar kebaikan dalam keluargamu.
Cinta itu akan tulus jika didasari ketaatan kepada Allah..
Sehingga cintanya akan mengarahkan keduanya kepada kebaikan dan menjauhkan dari maksiat..
Inilah yg disebut cinta kepada Allah..
Cinta yg memprioritaskan keta'atan kpd Allah semata..
 
Maka seindah-indahnya cinta kepada lawan jenis jika dibangun atas dasar ketaatan kpd Allah adalah cintanya suami istri dg pernikahan..

(Ust. Firanda Andirja, Lc MA حفظه الله تعالى)
Read more →

Indahnya duduk bersama Ulama'

,
Disebutkan dalam kitab al Mukhtar fi Fara-idil Uquul wal Akhbaar(hal 55) 
Telah berkata Abdullah bin Abi Musa Tusturi, 

"pernah ada yang berkata kepadaku, "Di mana pun kamu berada, berusahalah untuk berada di dekat orang yang alim". 
Maka aku pergi ke Bairut dan di sana aku mendatangi Majlis Imam Awza'i, pada suatu hari tatkala aku berada bersamanya, tiba-tiba ia bertanya tentang aku, maka aku menjelaskan kepadanya tentang diriku. (di mana dahulunya ia adalah orang Majusi lalu memeluk islam).
 
Kemudian beliau bertanya, "Apakah ayahmu masih hidup?". 

"Iya, aku meninggalkannya di Irak dalam kondisi masih beragama majusi", jawabku.
 
"Bisakah Kamu pulang kepada ayahmu, moga Allah memberinya hidayah lewat kamu". Kata beliau. 
"Apakah kamu memandang bahwa hal itu baik?, tanyaku.
 
"iya, jawab beliau". 
Maka aku kembali ke Irak menjumpai ayahku, ternyata aku mendapatinya dalam kondisi sakit. Dia berkata kepadaku, "Wahai ananda, ajaran apa yang kamu ikuti?".

Maka aku terangkan kepadanya, bahwa aku telah masuk islam. Lalu ia berkata, "Jelaskan kepadaku tentang agamamu itu!.

Aku pun menguraikan tentang agama islam dan orang-orang islam, lalu ia berkata, "Aku mempersaksikanmu bahwa aku telah masuk islam".
 
Subhnalllah, tidak berapa lama setelah itu ia meninggal dunia... dan setelah aku menguburkannya, aku kembali ke Bairut dan di sana aku ceritakan kepada Awza'i tentang apa yang telah terjadi.

Akhi/Ukhti...sudah saatnya kita melihat dengan siapa kita bersahabat dan berkumpul???

(Ust. Syafiq Riza Basalamah MA)
Read more →

Monday, May 5, 2014

Orang yang Paling Dibenci Allah

,
Terlalu ramai orang-orang Islam yang berdebat berkenaan dengan politik sampai menepikan perintah Allah. Akhirnya perdebatan itu membawa kepada permusuhan dan pemutusan silatulrahim....

Ketahuilah...


Telah diriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلىَ اللهِ اْلأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka berdebat.”


Juga dari hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوا الْجَدَلَ. ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ اْلآيَةَ:

“Tidaklah tersesat satu kaum setelah mendapatkan hidayah yang dahulu mereka di atas melainkan mereka diberi sifat berdebat.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ

“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja sebenar mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah dihasankan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5633)

Abdurrahman bin Abiz Zinad berkata: “Kami mendapati orang-orang yang mulia dan ahli fiqih - dari orang2 pilihan manusia - sangat mencela para ahli debat dan yang mendahulukan akalnya. Dan mereka melarang kami bertemu dan duduk bersama orang-orang itu. Mereka juga memperingatkan kami dengan keras dari mendekati mereka.”
Demikian pula Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Pokok-pokok ajaran As-Sunnah menurut kami adalah: berpegang teguh di atas metode para sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti mereka dan meninggalkan bid’ah. Dan tiap bid’ah adalah sesat. Dan meninggalkan pertengkaran serta duduk bersama pengekor hawa nafsu juga meninggalkan dialog dan berdebat serta bertengkar dalam agama ini.”

Wahb bin Munabbih rahimahullahu berkata: “Tinggalkan perdebatan dari perkaramu. Karena sesungguh engkau tidak akan terlepas dari menghadapi salah satu dari dua orang:
(1) orang yg lebih berilmu darimu lalu bagaimana mungkin engkau berdebat dengan orang yang lebih berilmu darimu?
(2) orang yg engkau lebih berilmu dari mereka lalu bagaimana mungkin engkau mendebat orang yang engkau lebih berilmu dari mereka lalu dia tidak mengikutimu? Maka tinggalkanlah perdebatan tersebut!”


Namun di samping dalil-dalil yang melarang berdebat tersebut di atas juga terdapat nash-nash lain yg menunjukkan kebolehannya. Di antara yg menunjukkan boleh berdebat adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


ادْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguh Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Read more →

Hati-Hati Su’ul Khatimah

,
Wahai engkau yang berbuat dosa, apa yang engkau ketahui  tentang perhentian?!
Wahai engkau yang berbuat dosa, tidakkah pernah engkau mendengar pembicaraan yang meneror hati orang-orang saleh!
Rasulullah salallahu alaihi wasalam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الرجل ليعمل الزمن الطويل بعمل أهل الجنة، ثم يختم له عمله بعمل أهل النار! وإن الرجل ليعمل الزمن الطويل بعمل أهل النار، ثم يختم له عمله بعمل أهل الجنة»  [رواه مسلم]
“Ada orang yang sungguh-sungguh beramal dalam waktu yang lama dengan amalan ahli surga, kemudian menutup amalnya dengan amalan ahli neraka. Dan ada orang yang sungguh-sungguh melakukan amal ahli neraka dalam waktu yang lama, kemudian menutupnya dengan amalan ahli surga.” [HR.Muslim]
Dan sabdanya salallahu alaihi wasalam,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «.. وإنما الأعمال بالخواتيم» [رواه البخاري]
“Sesunggunya amalan dinilai dengan penutupannya.” [HR.al-Bukhari]
Ibnu Rajab berkata, “Singkatnya, penutup amal adalah warisan dari amalan masa lalu dan semua itu telah ada pada catatan takdir terdahulu. Dari inilah bertambah ketakutan salaf akan su’ul khatimah. Diantara mereka ada yang cemas menyebut-nyebut masa lalunya.”
Hatim al-Asham berkata, “Siapa yang hatinya kosong dari mengingat empat saat yang membahayakan, maka dia tertipu dan tidak terhindar dari kesengsaraan. Pertama: bahaya hari pembalasan amal. Ketika Allah berkata, ‘Mereka di surga dan aku tidak perduli, sedang yang lain di neraka dan aku tidak perduli.’Dia tidak tahu berada pada kelompok yang mana. Kedua: ketika diciptakan dalam alam tiga kegelapan[1]. Ketika dipanggil oleh Malaikat sebagai orang yang sengsara atau bahagia, dia tidak tahu termasuk yang sengsara atau bahagia. Ketiga: saat disingkap catatan amal. Sedang dia tidak tahu apakah termasuk yang mendapat keridaan Allah atau kemurkaanNya. Keempat: hari ketika manusia dibangkitkan. Dia tidak tahu jalan mana dari jalan surga atau neraka yang akan dilalui.”
Sahl Ibn Abdullah berkata, “Ketakutan para Siddîkin (ulama yang beramal) akan su’ul khatimah pada tiap bahaya dosa dan gerik mereka. Merekalah yang di sifati Allah dalam firmanNya,
قال الله تعالى: ﴿ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ﴾ [المؤمنون: 60]
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut,…” (QS.al-Mu’minun:60)
‘Atha al-Khaffâf berkata, “Tidaklah aku berjumpa dengan ats-Tsauri melainkan ia sedang menangis. Aku tanya, ‘Ada apa denganmu?” Dia menjawab, “Aku takut tercatat sebagai orang yang celaka dalam catatan takdir.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, itulah su’ul khatimah. Sudahkah engkau lihat bagaimana ‘ârifun (orang-orang yang tahu) memperhitungkannya… dimana posisimu dari mereka?! Apakah engkau melihat dirimu termasuk yang merasa malu dan takut atau yang merasa aman-aman saja?! Betapa meruginya engkau jika termasuk kelompok yang kedua. Bagaimana bisa seorang merasa aman meniti jalan yang mengantarnya kepada su’ul khatimah (pengakhiran yang buruk).
Wahai engkau yang berbuat dosa, waspadalah…berhati-hatilah!
Ibnul Mubarak berkata, “Sesungguhnya orang yang memiliki perseptif tidak akan merasa aman dari empat perkara: dosa masa lalu, yang tidak dia tahu apa yang Tuhan perbuat dengannya, umur yang tersisa, yang tidak dia tahu musibah apa saja yang akan dialami, kelebihan yang Allah beri, mungkin saja itu istidroj[2]dan kesesatan yang terdekorasi sehingga nampak seperti petunjuk. Penyimpangan hati saat demi saat lebih cepat dari kedipan mata, yang bisa jadi mencabut agamanya tapa disadari.
Wahai engkau yang berbuat dosa, engkau merasa akan selamat padahal menempuh jalan maksiat dan bergelimang perbuatan yang dimurkai?!
Waspada dicabut nyawa… tidak tersadar kecuali setelah engkau di hadapan malaikat yang kasar lagi bengis!
Al-Hasan al-Bashri menasehati, “Bergegaslah, bergegaslah! Sesungguhnya ia hanyalah nafas, bila ditahan terputuslah seluruh amal kalian yang dijadikan pendekat kepada Allah –azza wajalla-. Terahmati Allah orang yang melihat dirinya dan menangis atas sejumlah dosanya. Kemudian beliau membaca firman Allah,
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا ﴾[مريم: 84]
“Sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.” (QS.Maryam:84)
Jika mau –wahai engkau yang patut diiba-, aku sampaikan kepadamu beberapa kisah orang-orang saleh, yang menggabungkan antara ketaatan dan ketakutan su’ul khatimah… semoga itu dapat mengembalikan hatimu yang lari dari ketaatan dan menyadarkanmu sebelum hilang kesempatan…
Dari Ali -radiallahu ‘anhu-, dia berkata, “Aku mendatangi Umar Ibn al-Khatthâb yang sakit pasca ditikam Abu Lu’luah. Dia menangis. Aku Tanya, ‘Apa yang membuatmu menangis, wahai Amirul Mukminin?’ Dia menjawab, ‘Berita langit membuatku menangis. Kemana aku akan dibawa, ke surga atau neraka?’ ‘Bergembiralah dengan surga! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -salallahu alaihi wasalam- bersabda yang tidak aku hitung berapa kali, “Dua orang sayid ahli surga adalah Abu Bakar dan Umar.’ Umar berkata, “Apakah engkau menjadi saksi wahai Ali bahwa aku di surga?! Aku katakan, ‘Ya. Dan engkau wahai Hasan[3], menjadi saksi kepada Rasulullah bahwa Umar termasuk ahli surga.”
Dari Muhamad Ibn Qois, bahwa seorang lelaki dari penduduk Madinah tengah sekarat, panik. Diapun ditanya, “Engkau panik?!” Dia menjawab, “Bagaimana tidak. Demi Allah, seandainya utusan gubernur Madinah mendatangiku, aku akan panik karenanya, lalu bagaimana lagi dengan (malaikat maut) utusan Tuhan semesta alam?!
Sebagian lagi menangis menjelang kematian mereka. Ketika ditanya akan hal itu dia menjawab, “Aku mendengar Allah mengatakan kepada suatu kaum:
قال الله تعالى: ﴿ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ ﴾ [الزمر: 47]
“…dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. “ [4] Dan aku menunggu sebagaimana yang kalian lihat. Demi Allah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku!”
Sebagian lagi mengatakan, “Seandainya sahadat (persaksian memeluk Islam) berada di pintu rumah dan mati dalam Islam di pintu kamar, niscaya aku memilih mati dalam Islam, karena tidak tahu godaan apa yang terjadi pada hatiku sepanjang pintu kamar ke pintu rumah.”
Sofyan ats-Tsauri menangis dan berkata, “Aku takut imanku dicabut saat kematian.”
Dahulu Malik Ibn Dînar melakukan shalat sepanjang malam sambil menggenggam janggutnya, seraya berkata, “Wahai tuhanku, telah aku ketahui bagaimana penghuni surga dan penghuni neraka. Di manakah dari dua tempat itu tempat tinggal Malik?”
Wahai engkau yang berbuat dosa, sadarkan dirimu…! Jika sedemikian itu keadaan orang-orang saleh, dimana satu dari mereka ada al-Fâruk Umar Ibn al-Khathab -radiallahu ‘anhu-, sahabat Rasulullah, yang telah diberitakan masuk surga, yang setan menjauh dari bayangannya… apa bukan semestinya engkau –wahai pendosa- lebih dalam kepanikanmu dan lebih deras cucuran air matamu…?!
(syair):    Engkau bersangka baik dengan hari-hari yang dihisab
Tidak takut takdir buruk datang menjemput
Engkau selamat bermalam-malam hingga terhanyut
Di keheningan malam-malam kau cipta noda
Wahai pendosa, waspada hati mu tertelungkup!

Dari Anas -radiallahu ‘anhu-, dia berkata, bahwa Rasulullah banyak mengatakan,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك » فقلت: يا نبي الله آمنا بك، وبما جئت به، فهل تخاف علينا ؟!ّ  قال: «نعم ، إن القلوب بين أصبعين من أصابع الله يقلبها كيف يشاء»! [رواه الترمذي/ صحيح الترمذي للألباني: 2140]
“Wahai Tuhan yang membolak balik hati, tetapkan hatiku dalam agamaMu.”
Aku bertanya, ‘Wahai Nabi Allah, kami beriman kepadamu dan dengan apa yang engkau bawa. Apakah engkau masih khawatir terhadap kami?!’
Nabi menjawab, “Ya. Sesungguhnya hati berada di antara dua jemari Allah. Dia membolak baliknya sekehendakNya.” [HR.at-Turmudzi. Lihat Shahih at-Turmudzi oleh al-Albani no.2140]
Wahai engkau yang berbuat dosa, berapa banyak hati yang Allah  kunci mati sehingga tidak merasakan apapun, hingga munkar baginya makruf dan makruf kemungkaran…! Dia dalam keadaan terperosok dan buta…! Dalam keadaan sedemikian itu maut mendatanginya… jadilah dia su’ul khatimah.
Wahai engkau yang berbuat dosa, dosa termasuk sebab su’ul khatimah!
Wahai engkau yang berbuat dosa, dosa adalah jalan menuju neraka sebagaimana ketaatan jalan menuju surga…
Abu Muhamad Abdulhaq berkata, “Ketahuilah, bahwa su’ul khatimah –semoga Allah melindungi kita daripadanya-, tidak terjadi pada mereka yang lahiriahnya istikamah dan batinya saleh. Tidak pernah terdengar yang seperti itu dan diketahui, Alhamdulillah. Namun terjadi pada siapa yang memiliki kerusakan akal dan berkubang dalam dosa besar. Sehingga setan menyambut dan memanfaatkan keadaannya pada kondisi itu. Semoga Allah melindungi, semoga Allah melindung. Atau pada mulanya istikamah kemudian berubah keadaannya dan keluar dari kebiasaan baik dan menjadi jalan hidupnya, sehingga hal itu menjadi sebab su’ul khatimah dan buruk pengakhirannya.
Dari Abdul Aziz Ibn Abi Ruwad, dia berkata, “Aku menghadiri seorang yang dalam keadaan sekarat. Aku katakan kepadanya, “Ucapkanlah la ilaha illallah!’ Dia pun mengatakannya. Di saat saat terakhir, aku katakan kepadanya, ‘Ucapkan la ilaha illallah!’ Dia berkata, ‘Berapa kali engkau katakan?! Sesungguhnya aku ingkar dengan apa yang engkau katakan.’ Dia pun mati dalam keadaan itu. Aku tanya istrinya perihal orang itu. Istrinya menjawab, ‘Dia adalah pecandu minuman keras.’ Abdul Aziz berkata, ‘Takutlah pada dosa, sesungguhnya ialah yang membinasakannya.’”

Wahai engkau yang berbuat dosa, hati-hati dari berketerusan dalam dosa!
Berketerusan merupakan pintu menuju perkara besar… sudah berapa banyak yang dihantarnya kepada kebinasaan… sudah berapa banyak pelaku dosa yang diperosokkannya?! Sesungguhnya mencandu dosa jalan menjadi kebiasaan, membuat jiwa susah meninggalkannya… jadi sengaja lalai dan panjang angan-angan… hingga mati mengejutkannya dalam keadaan tidak istikamah.
(syair):
Wahai pemabuk, apa merasa aman dengan kebodohan
Saat engkau lupa diri, kematian mengejutkanmu
Berkorban jadi pelajaran manusia
Sedang engkau berjumpa Tuhan sebagai seburuk makhluk melata

Ibnu Rajab berkata, “Ketahuilah, bahwa semasa manusia berharap hidup, dia tak akan memutus angan-angannya terhadap dunia. Dan terkadang tidak mengijinkan dirinya berpisah dengan kelezatan, syahwat kemaksiatan dan yang serupa. Setan menjanjikannya dengan taubat di akhir umurnya. Jika telah yakin tiba saat mati dan putus harapan hidup, baru tersadar dari mabuknya terhadap dunia. Saat itulah sesal atas kelalaian, penyesalan yang hampir membuat membunuh dirinya dan meminta kembali ke dunia untuk bertaubat dan beramal saleh. Sedikitpun itu tidak akan terkabul. Sakratul maut dan sesal kelalaian berkumpul pada dirinya. Padahal telah Allah peringatkan hamba-Nya dalam kitab-Nya akan hal itu agar bersiap sebelum datangnya kematian dengan taubat dan amal saleh. Allah berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ * وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ * أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ * أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ﴾ [الزمر: 54-58]
“(45) Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-mu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55) Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya. (56) Supaya jangan ada orang yang mengatakan, ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ).’ (57) Atau supaya jangan ada yang berkata, ‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.’(58) atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik’.”  (QS.az-Zumar:54-58)
Waspadalah -wahai engkau yang patut diiba- dikejutkan kematian sedang pintu taubat telah ditutup untukmu… janganlah sampai berjumpa Allah dengan memikul dosa-dosamu… betapa dahsyatnya hari itu bagimu !
Ibnu Rajab berkata mengenai firman Allah -ta’ala-:
قال الله تعالى: ﴿ وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ ﴾  [سبأ: 54]
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini…”[5] ‘Sekelompok salaf menafsirkan, termasuk Umar Ibn Abdul Aziz -radiallahu ‘anhu-, bahwa : mereka minta bertaubat ketika telah dipisahkan antara mereka dan syahwatnya.”
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Takutlah engkau wahai anak Adam, jangan sampai tergabung padamu dua perkara: sakratulmaut dan penyesalan atas yang terlewat.”
Ibnu as-Sammâk berkata, “Waspadalah terhadap sakratulmaut dan penyesalan. Kematian mencengankanmu. Tidak dapat tergambarkan kadar yang dialami dan dilihat.”
Al-Fudhail Ibn Iyadh berkata, “Allah –azzawajalla- berfirman, “Wahai anak Adam, jika engkau terombang-ambing dalam nikmatKu dan juga memaksiatiKu, waspadalah! jangan sampai aku binasakan sedang di antara kemaksiatan.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, benahilah keadaanmu… segera bertobat yang tulus… sesungguhnya siang dan malam terus menggulung umurmu tanpa engkau sadari. Orang berakal adalah yang bersiap menemui Tuhan-nya yang Maha Kuasa… dan berlindung dari su’ul khatimah
Ibnu Rajab berkata, “Sebagian Salaf berkata, ‘Hidup kalian menjadi harapan banyak orang. Yakni mereka yang sudah mati. Berharap bisa hidup walau sesaat agar dapat bertaubat dan berbuat taat. Namun tidak ada jalan bagi mereka untuk itu!”
Wahai yang terpedaya dosa, berikut pergulatan para pendosa!
Wahai engkau yang berbuat dosa, su’ul khatimah adalah perhentian yang jelek dan tempat tinggal terburuk…
Berikut adalah sisi dari kisah kaum yang berketerusan dalam dosa hingga ditohok maut dan mereka dalam kelalaian, jadilah berakhir dengan su’ul khatimah
Muhamad Ibn Uyainah al-Fazâri berkata, “Aku mendengar Abu Ishaq al-Fazâri berkata kepada Abdullah Ibn al-Mubârak, ‘Wahai Abu Abdurrahman, ada seorang dari sahabat kita yang mengumpulkan ilmu lebih banyak dari yang engkau dan aku kumpulkan. Saat sakratulmautnya aku hadir. Ketika dikatakan kepadanya, ‘Ucapakan lâ ilaha illallah!’ dia menjawab aku tidak bisa mengucapkannya. Kala dia bicara aku membantah. Dia katakan itu dua kali. Dia tetap seperti itu sampai meninggal. Aku tanyakan perihalnya.’ Dijawab, ‘Dia durhaka kepada kedua orang tuanya’. Sehingga aku menduga, dia tidak dapat mengucapkan kalimat ikhlas (la ilaha illallah) kerena kedurhakaannya kepada kedua orang tuanya.”
Bakr Ibn Abdullah al-Muzini berkata, “Seorang lelaki bani Israil mengumpulkan harta. Menjelang kematiannya, dia berkata kepada anak laki-lakinya, ‘Perlihatkan hartaku!’ Diperlihatkanlah sebagian besar kuda, onta, budak dan harta lainnya. Ketika melihat semua itu, dia menangis menyesal. Saat melihat malaikat maut, semakin menjadi tangisannya. Malaikat bertanya kepadanya, ‘Apa yang membuatmu menangis? Demi Tuhan yang telah mengasumsikanmu, aku tidak akan keluar dari rumahmu sampai memisahkan roh dari badanmu!’ Lelaki itu memohon, ‘Beri kesempatan hingga aku selesai membagikannya.’ Malaikat menjawab, ‘Mustahil! Sudah habis kesempatanmu, mengapa tidak engkau lakukan itu sebelum datang ajalmu?!’ Rohnya pun dicabut.
Ar-Rabi’ Ibn Birrah berkata, “Aku melihat lelaki di Syam yang dibimbing mengucap la ilaha illallah saat sakratulmaut hanya mengatakan, “Minum… tuangkan untuknya…!”
Hâsyim mengira dari Abu Hafs, dia berkata, “Aku mengunjungi seorang lelaki di al-Mashishah yang sedang sakratulmaut. Aku tuntun dia, ‘Ucapkanlah, la ilaha illallah!’ Dia berkata, ‘Mustahil, terhalangi antara aku dengannya.’”
Ibnu Rajab berkata, “Sebagian yang sakratulmaut saat ajal mendekati, menampar wajahnya dan berujar,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: [يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ]
“Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah,” [6]
Sebagian lagi mengatakan, ‘Dunia telah melalaikan hingga habis hari-hariku.’ Sebagian lagi berkata, ‘Jangan sampai engkau dilenakan oleh kehidupan dunia sebagaimana ia melenakanku.’”
Orang-orang dahulu ada yang mabuk semalaman. Istrinya mencelanya karena meninggalkan shalat. (Tidak terima) dia bersumpah akan mentalak tiga istrinya, dengan tidak shalat selama tiga hari. Ngotot mencerai istrinya, diapun melakoni tidak shalat tiga hari, namun mati setelah itu. Dalam keadaan mencandu minuman keras dan meninggalkan shalat.
Diantara pecandu khamr ada yang dipanggil Abu Amr. Suatu malam dia tertidur dalam keadaan mabuk. Dalam tidurnya dia mendengar seseorang melantunkan (syair) :
Benar-benar engkau Abu Amr
Bersemedi di atas khamr
Minum minuman keras
Ada banjir menerpamu tanpa engkau tahu
Dia pun terbangun gelisah dan mengabarkan mimpinya kepada orang yang ada bersamanya, namun mabuk membuatnya tertidur kembali. Saat subuh di mati seketika!
Dikisahkan mengenai para makelar. Ketika sakratulmaut, dituntun mengucapkan la ilaha illallah. Namun dia menjawab, ‘Tiga setengah… empat setengah….’
Yang lain dituntun, ‘Ucapkan lâ ilaha illallah!” Malah berucap, ‘Rumah fulan, perbaiki demikian… kebun fulan, bikin demikian… !”
Wahai engkau yang berbuat dosa, hisab dirimu… tuluslah dalam menghisab dirimu… dan segera bertaubat sebelum hilang kesempatan… ingat mati… ingat bahwa maksiat dan dosa merupakan jalan menuju su’ul khatimah
Dengarkan wahai engkau yang patut dikasihani, demi memperbaiki batin dan lahiriahmu…! sesungguhnya kematian akan segera datang… siapa yang takut, akan bersungguh-sungguh dan menyelamatkan diri… larilah dari dosa kepada pengampun dosa… mulailah hidup baru; diawali dari tobat dan ditutup dengan amal saleh… semoga engkau termasuk orang-orang yang lolos…  selamat dari su’ul khatimah
Segala puji bagi Allah senantiasa dan selama-lamanya… shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi, keluarga dan para sahabatnya…
Azhari Ahmad Mahmud

[1] Tiga kegelapan dimaksud adalah alam kandungan. Dimana janin terbungkus dalam ari-ari yang berada dalam rahim dan di dalam perut -pent.
[2] Bentuk azab dengan penguluran atau pembiaran dalam kelalaian dan kemaksiatan sehingga terlena dan binasa dalam kesesatan –pent.
[3]  Putra Ali, cucu Rasulullah yang juga turut hadir –pent.
[4] (QS.az-Zumar:47)
[5] (QS.as-Saba’: 54)
[6] (QS.az-Zumar:56)

(sumber: http://www.radioassunnah.com/)
Read more →