Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dakwah salafiyah berdiri tegak di atas tiga landasan.
1. Al-Qur'anul Karim
2. Sunnah shahihah (hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih)
Para Salafiyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits-hadits
shahih, (mengapa demikian?) karena di dalam sunnah (dengan kesepakatan
para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits
lemah (dhaif), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh
abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan.
Para ulama juga bersepakat perlunya ditasfiyah (penyeleksian) mana yang
hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin
"bersepakat" bahwa dasar yang kedua ini (yaitu Sunnah), tidak sepatutnya
diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya), karena dalam
hadits-hadits tersebut terdapat hadits dhaif maupun maudhu yang tidak
boleh diamalkan sekalipun dalam fadhailul amal. Inilah dasar yang kedua.
3. Al-Qur'an dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman sahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in serta tabiut tabi'in.
Inilah keistimewaan dakwah Salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah yang
berdiri di muka bumi di zaman ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran
Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.
Dakwah Salafiyyah mempunyai keistimewaan dengan dasar yang ketiga ini
yaitu Al-Qur'an dan sunnah wajib dipahami sejalan dengan manhaj Salafus
Shalih dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
tabi'in (orang yang berguru kepada tabi'in), yaitu pada tiga masa yang
pertama (100H-300H) yang telah diberi persaksian oleh hadits-hadits yang
telah dimaklumi, bahwa masa itu adalah masa sebaik-baik umat. Semua ini
berdasarkan pada dalil-dalil yang cukup sehingga menjadikan kita
mengatakan dengan pasti bahwa setiap orang yang memahami Islam dan
Al-Qur'an dan hadits tanpa disertai landasan yang ketiga ini, pasti akan
"datang" dengan membawa ajaran Islam yang baru.
Bukti terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang
(semakin) bertambah tiap hari. Penyebabnya karena tidak berpegang teguh
pada tiga landasan ini, yaitu Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah Shallallahu
'alihi wa sallam dan Pemahaman Salafus Shalih. Oleh sebab itu kita
dapati sekarang di negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama
munculnya di Mesir (yaitu Jama'ah Takfir wal Hijrah). Kelompok ini
menyebarkan pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya di berbagai negeri
Islam dan mendakwakan berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah. Alangkah
serupanya dakwaan mereka itu dengan dakwaan kelompok Khawarij. Karena
kelompok khawarij juga mengajak kepada Al-Qur'an dan Sunnah, akan tetapi
mereka menafsirkan Al-Qur'an dengan hawa nafsu mereka dengan tanpa
melihat pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Dan saya banyak bertemu dengan anggota mereka serta
berdebat dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia
tidak menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia tidak menerima tafsir itu jika tidak
sesuai dengan pendapatnya. Dan orang yang mengatakan perkataan ini tidak
mampu membaca ayat Al-Qur'an dengan (lancar) tanpa kesalahan. Inilah
sebab penyelewangan khawarij terdahulu yang mereka adalah orang-orang
Arab asli, maka apa yang dapat kita katakan pada orang khawarij masa
kini yang mereka itu jika bukan orang-orang non Arab secara nyata tetapi
mereka adalah orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan orang-orang
Ajam yang fasih berbahasa Arab ?
Inilah realita mereka, dengan berterus terang mengatakan bahwa mereka
tidak menerima tafsir nash secara mutlak kecuali jika Salafush Shalih
bersepakat atasnya, demikianlah yang dikatakan salah seorang di antara
mereka (sebagai usaha penyesatan dan pengkaburan). Maka aku (Al-Albani)
katakan padanya : "Apakah kamu meyakini kemungkinan terjadinya
kesepakatan Salafus Shalih dalam penafsiran satu nash dari Al-Qur'an ?"
dia berkata : "Tidak, ini adalah sesuatu yang mustahil" maka kukatakan :
"Jika demikian, apakah engkau ingin berpegang pada yang mustahil
ataukah engkau bersembunyi dibalik sesuatu ?" lalu diapun mundur dan
diam.
Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok
sejak masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan
yang ketiga in, yaitu memahani Al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan
pemahaman (manhaj) Salafus Shalih.
Mu'tazilah, Murji'ah, Qadariyyah, Asy'ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh
penyelewengan yang terdapat pada kelompok-kelompok itu penyebabnya
adalah karena mereka tidak berpegang teguh pada pemahaman Salafus
Shalih, oleh karena itu para ulama' peneliti berkata.
وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ
Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. "Segala
kejahatan tertumpu pada bid'ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)"
Ini bukan sya'ir, ini adalah perkataan yang disimpulkan dari Al-Qur'an
dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman.
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali"
[An-Nisa'/4 : 115]
Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali".
Megapa Allah berfirman ?
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Yaitu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan
mengatakan : "Beginilah saya memahami Al-Qur'an dan beginilah saya
memahami Hadits". Maka dikatakan kepadanya : "Wajib bagi kamu memahami
Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman
(Salafush Shalih). Nash Al-Qur'an ini didukung oleh hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menguatkannya,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
perpecahan yang terjadi pada umatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.
كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّوَاحِدَة قَالُوْا مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ
اللَّهِ؟ قَالَ : الجَمَاعَةُ وَفِي أُخْرَي : مَاأَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِي
"'Semuanya di neraka kecuali satu kelompok' para sahabat bertanya siapa
kelompok itu ya Rasulullah ? beliau bersabda : "Al-Jama'ah". Dalam
riwayat yang lain : "Sesuatu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan
para sahabatku berpijak padanya".
Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kelompok
yang selamat itu berada di atas pemahaman jama'ah, yaitu jama'ah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ? (Yang demikian itu) agar
tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta'wil dan orang-orang yang
mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash Al-Qur'an dan hadits.
Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ﴿٢٢﴾ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat" [Al-Qiyamah/75 : 19-20]
Ayat ini adalah nash yang jelas dalam Al-Qur'an bahwa Allah Jalla
Jalaluhu memberikan karuniaNya kepada hamba-hambaNya yang beriman pada
hari kiamat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia,
sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli syair yang beraqidah
salaf.
يَرَاهُ الْمُؤْ مِنِيْنَ بِغَيْرِ كَيْفٍ وَتَشْبِيْةِ وَضَرْبٍ لِلْمِثَلِ
"Kaum mu'min melihat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan"
Mu'tazilah berkata : "Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya
di dunia maupun di akhirat", (Jika ditanyakan kepadanya): "Akan tetapi
kemana kamu membawa makna ayat itu ?" dia berkata : "Ayat itu bermakna :
wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya". Jika
ditanyakan kepadanya : "Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti
(melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman :
"Kepada Rabnyallah mereka melihat?" darimana kamu datangkan kata
kenikmatan ? ia berkata : Ini adalah majas (kiasan).
Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam
Al-Qur'an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terkuat dan terbesar
yang telah merobohkan aqidah Islam. Ayat diatas, menetapkan suatu
karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hambaNya yaitu mereka akan
melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari kiamat, tetapi orang-orang
Mu'tazilah mengatakan ini tidak mungkin.
Demikian pula firman Allah Jalla Jalaluhu.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sessuatupun yang semisalNya dan Dia maha mendengar lagi maha melihat" [As-Syuura/42 : 11]
(Orang yang berpaham Mu'tazilah berkata) : "Makna ayat itu bukan Maha
Mendengar dan Maha Melihat ! Jika ditanyakan : "Mengapa?" mereka berkata
: "Karena jika kita mengatakan Allah itu melihat dan mendengar maka
kita telah menyerupakan Allah dengan diri-diri kita". Lalu ditanyakan
kepada mereka : "Jika demikian halnya, apakah makna mendengar dan
melihat ?". Yaitu mengetahui dan mendengar keduanya adalah lafadz dalam
bahasa Arab. Jadi mendengar dan melihat menurut mereka sama dengan
mengetahui. Akan tetapi apakah masalahnya akan selesai hingga disini ?.
Jika dikatakan "fulan alim" dalam bahasa arab ini adalah ungkapan yang
diperbolehkan. Dan boleh kita menyebut seorang manusia itu alim, yang
bermakna "mengungkapkan dengan cara yang melebihkan sifat tentang orang
tersebut". Lalu dikatakan pada mereka : "Apakah boleh kita mengatakan
bahwa fulan seorang alim ?". 'Ya', boleh, kalau begitu, kita tidak boleh
mengatakan bahwa Allah Jalla Jalaluhu itu Alim (Maha Mengetahui),
karena hal itu akan menjadikan penyerupaan Allah Jalla Jalaluhu dengan
hamba Allah Jalla Jalaluhu.
Demikianlah cara mereka menafikan atau meniadakan sifat-sifat Allah
Jalla Jalaluhu. Hingga perkaranya sampai kepada pengingkaran mereka
terhadap wujud Allah, baik mereka mengakui ataupun tidak mengakui,
karena cara mereka yang demikian itu konsekwensinya menetapkan mereka
(menginkari wujud Allah).
Dan semoga Allah merahmati Imam Ibnul Qayyim ketika beliau berkata :
المُجَسِّمُ يَعْبُدُ صَنَمًا وَ الْمُعَطِّلُ – يَعْنِي المُؤَوِّلُ – يَعْبُدُ عَدَمًا
"Orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk menyembah patung, sedang
Al-Muatthil (orang yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilkannya)
menyembah sesuatu yang tidak ada".
Oleh sebab itu dari kalangan orang-orang yang tidak berpegang kepada
metode Salafus Shalih tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan
dengan sifat-sifat Allah, mereka berkata : "Allah tidak berada diatas".
Nah ! Apakah engkau dapati dalam Al-Qur'an bahwa Allah tidak di atas ?
Kita mendapati dalam Al-Qur'an, Allah mensifati hambaNya.
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ
"Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka" [An-Nahl/16 : 50]
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy" [Thaha/20 : 5]
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan" [Al-Ma'arij/70 : 4]
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
"KepadaNya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya [Faathir/35 : 10]
Dan seterusnya, lalu mereka katakan : "Allah tidak berada di atas !!"
Kalau begitu berada di bawah ??
Mereka berkata : "Tidak berada dibawah !!"
Kalau begitu di sebelah kanan ??
Tidak !! tidak berada disebelah kanan ! Tidak, disebelah kiri ! Tidak,
di depan dan tidak pula di belakang ! Tidak juga berada di dalam alam
ini atau di luarnya !
Kalau begitu apa yang tersisa dari wujud keberadaan Allah ?! Yang tersisa adalah Al'Adam (tidak ada).
Inilah ilmu yang mana para ulama ahli kalam tanpa terkecuali terbelit
dalam kesulitan dan binasa didalamnya, kecuali ulama yang berada diatas
manhaj Salafush Shalih. Semua ulama ahli kalam tanpa terkecuali, baik
yang berpemahaman 'As'ariyah atau Maturidiyah, kecuali beberapa gelintir
manusia diantara mereka yang beriman kepada apa yang dipahami oleh
Salafush Shalih, sebagaimana perkataan sebagian dari mereka.
وَرَبُّ الْعَرشِ فَوْقَ الْعَرْشِ لَكِنْ بَلاَوَصْفِ التَّمَكُّنِ وَاتَّصَالِ
"Dan Rabbul Arsy (Allah) berada di atas Arsy, akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel (Nya pada Arsy)"
Artinya : "Tiadalah sesuatu yang serupa denganNya" Allah mensifati
dirinya bahwa Dia bersemayam diatas Arsy, dan Rabbul Arsy (pencipta
Arsy) berada di atas Arsy akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan
dan menempel(Nya pada Arsy).
Lihatlah wahai saudara-saudara kami khususnya para pemuda ! bukankah
kita menginginkan untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang Islami, dan
menginginkan berdiri di depan (menghadapi) kelompok atheis dan komunis,
dan kelompok-kelompok semisal mereka ?! Dengan apakah kita akan berdiri
di depan (menghadapi) mereka ! Apakah dengan ilmu yang diambil dari
Kitabullah dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai
Manhaj Salafus Shalih ataukah dengan ilmu kalam ?
Akan tetapi aku katakan merupakan suatu kebaikan bagi kalian atau
sebagian di antara kalian jika sesungguhnya dia belum pernah membaca
ilmu kalam, ini adalah hak atau dia tidak mengetahui bahwa kadang-kadang
ia mengetahui atau mendengar ini. Lalu merasa heran, apakah ada kaum
muslimin yang beraqidah semacam ini ?? (jawabnya) : "Ya, ada". Bacalah
kitab "Ihya Ulumudin" karya Al-Ghazali, dan beberapa tulisan-tulisan
yang baru yang telah dicetak dan menyebar di zaman ini "dengan nama
aqidah". Niscaya kalian akan dapati didalamnya pengingkaran itu dicetak
dengan cetakan yang baru pada masa kini, dan (di dalamnya termaktub)
bahwasanya Allah tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak di sebelah
kanan, tidak pula di sebelah kiri, dan seterusnya.
Oleh karena itu, semoga Allah merahmati salah seorang Umara' (penguasa)
di Damaskus yang ikut hadir dalam sebuah dialog antara Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dan orang-orang yang bepemahaman Muatthilah (orang-orang
yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilnya), tatkala ia mendengar
perkataan mereka dan juga perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada
Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafus Shalih, iapun merasa puas
dan yakin bahwa inilah (perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada
Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafush Shalih) aqidah yang benar.
Lalu ia menoleh kepada Ibnu Taimiyah dan berkata :
هَؤُلاَءِ – يُشِيْرُ إِلَى الْمَشَايِخِ- قَوْمٌ أَضَاعُوْارَبَّهُمْ
"Mereka itu (sambil menunjuk ke arah para Syaikh yang menjadi lawan
dialog Ibnu Taimiyyah) adalah suatu kaum yang meniadakan atau
menyia-nyiakan Rabb mereka"
Ini adalah perkataan yang benar, mereka adalah kaum yang meniadakan Rabb
mereka. Mengapa (mereka berkata) : "Allah tidak berada di atas, tidak
dibawah, tidak disebelah kanan, tidak pula disebelah kiri, dan
seterusnya ?"
Inti dari masalah yang saya sebutkan diatas " Apakah yang membinasakan
ulama kaum muslimin??" terlebih lagi penuntut ilmu mereka ?? Dan lebih
dari itu semuanya orang awam mereka kepada 'kerendahan' dan 'kesesatan
yang nyata ini ??'
Kami menasehati setiap kaum muslimin di dunia ini agar 'menggabungkan'
keharusan berpegang kepada kitab dan sunnah dengan pemahaman Salafus
Shalih. Dan kalau tidak demikian halnya maka setiap kelompok di dunia
ini akan berkata : "Kita berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah".
Satu kelompok yang paling sesat pada saat ini, (yang mana mereka mengaku
Islam, melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji ke Baitul
Haram) yaitu Ahmadiyah Al-Qadyaniyah. Walaupun mengaku Islam dan
melaksanakan kewajibannya, mereka mengingkari hakikat-hakikat agama
Islam itu sendiri dengan nama takwil. Dan mereka juga tidak berpegang
dengan pemahaman kaum muslimin terdahulu maupun sekarang. Karena seluruh
kaum muslimin bersepakat bahwa tidak ada nabi setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, maka bagaimana mereka (Ahmadiyah
Qadyaniyah) yang mengaku beragama Islam lalu berkata : "Telah datang
seorang nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani, dan akan datang
pula banyak nabi sesudahnya "
Seorang muridnya telah datang lalu berusaha menyebarkan pemikiran ini,
dan Alhamdulillah para ulama "bangkit" membantahnya, kadang-kadang
dengan menggunakan cemeti, terkadang dengan teriakan, kadang-kadang
dengan "perkataan". Segala puji hanya bagi Allah, kita telah dipelihara
dan kejahatan mereka, dan sayapun banyak berpartisipasi dalam membantah
mereka.
Inti dari kisah diatas, bagaimana mereka (bisa) tersesat ?
Rasulullah telah bersabda :
لاَنَبِيَّ بَعْدِي
"Tidak ada nabi sesudahku"
Tahukah kalian apa makna "Tidak ada nabi sesudahku ?" mereka (Ahmadiyah
Qadaniyah) mengartikan hadits itu : "Bersamaku tidak ada nabi, akan
tetapi jika aku telah mati akan ada nabi". Mereka menakwilkan nash dan
hadits ini. Mereka (juga berkata) pada firman Allah.
وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
"Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi" [Al-Ahzab/33 : 40]
"Akan tetapi Rasulullah adalah "khatamun nabiyyin". Apakah makna
khatamun nabiyyin ? (mereka berkata) : "perhiasan para nabi". Karena
makna khatam adalah perhiasan jari, maka Rasulullah adalah perhiasan
para nabi dan bukanlah maknanya tidak ada lagi Nabi sesudah Rasulullah.
Jika demikian maknanya, apakah seluruh kaum muslimin salah dalam memahami nash-nash itu ?
Pembahasan ini sangat banyak dan panjang sekali, maka cukuplah bagi kita
sekarang ini tiga landasan Salafiyah : Al-Qur'an, Hadits-hadits yang
shahih serta diatas Pemahaman Salafush Shalih.
Adapun tujuan-tujuan da'wah Salafiyyah adalah mewujudkan masyarakat
Islam yang mana dengan masyarakat yang Islami itu dapat merealisasikan
hukum-hukum Islam, bukan hukum-hukum selainnya. (Karena) penerapan hukum
Islam pada masyarakat yang tidak Islami adalah dua hal yang
kontradiksi, berlawanan dan tidak akan bertemu.
Kesimpulan
Wajib berpegang teguh kepada manhaj atau madzhab Salaf, dia adalah
sebuah jaminan bagi seorang muslim untuk tergolong menjadi firqotun
najiyah (kelompok yang selamat) dan tidak masuk dalam kelompok yang
sesat. Itulah yang akan memeliharanya.
Dan terakhir, hendaknya kita menolehkan pandangan kita ketika mengajak
seluruh kaum muslimin untuk berpegang kepada Al-Qur'an dan sunnah
Rasulullah diatas manhaj Salafus Shalih sebagaimana yang telah kita
jelaskan dengan keterangan dan dalil-dalil yang shahih, bahwasanya kita
tidak jauh dari mereka dalam masalah pokok keimanan pada Al-Qur'an dan
As-Sunnah, akan tetapi kita mendakwahi mereka dengan cara yang baik
kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Karena kita yakin bahwa mereka adalah
"orang-orang yang sakit" dalam aqidah mereka yang dengannya mereka telah
menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah. Maka kami mendakwahi mereka
sebagai sebuah kewajiban dalam dakwah dan merupakan kaidah dasar pada
setiap orang yang ingin mengajak kepada Islam, yaitu firman Allah
Tabaraka wa Ta'ala.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk"
[An-Nahl/16 : 125]
Maka wajib bagi kita untuk tidak menganggap remeh dan menggampangkan
terhadap (orang-orang yang menyimpang dari manhaj Salafus Shalih) tidak
hanya dalam permasalahan hukum, bahkan dalam banyak permasalahan aqidah,
sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas pada hal-hal yang
berhubungan dengan sifat-sifat Allah dan semisal itu. Maka kami
mendakwahi mereka dengan cara yang terbaik, tidaklah kita jauhi dan
meninggalkan mereka, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
لأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ عَلَى يَدَيكَ رَجُلاً أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْحُمْرِ النَّعَمِ
"Bahwa Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantarmu labih
aku sukai daripada unta merah (harta yang berharga -pent)"
[Disalin dari Majalah : Al Ashalah 27/74-78. Diterjemahkan oleh Majalah
Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/ 2003 - 14124H,Terbitan
Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya. Jl Sultan Iskandar Muda No. 46 Surabaya]
Sumber : www.almanhaj.or.id
(Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani)