Wednesday, April 30, 2014

Tanya Jawab: PEMILU (Rekaman .mp3)

,
Bagaimana seharusnya menghadapi Pemilu dan adanya sikap saling mencela antara Ahlus Sunnah terhadap fatwa para ulama?

Untuk mendengarkan/download, silakan simak disini.

RadioRodja.com -  Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Read more →

Tuesday, April 29, 2014

Cahaya di Antara Dua Batu

,
Suatu ketika, Hudzaifah bin Al Yaman mengambil dua batu dan meletekkan salah satunya di atas yang lain, lalu ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, 

"Apakah kalian melihat ada cahaya diantara sela-sela dua batu itu?"
Mereka berkata, "Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak melihatnya kecuali sedikit saja."

Hudzaifah berkata, "Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya, bid'ah benar-benar akan muncul sampai kebenaran tidak terlihat kecuali seperti cahaya antara dua batu tersebut.

Demi Allah, bid'ah akan benar-benar tersebar sehingga apabila ada sebuah bid'ah ditinggalkan, 

mereka berkata, "Telah ditinggalkan sunnah."

(Al Bida' wan Nahyu 'anha hal. 58).

(Ust. Badrusalam, Lc)
Read more →

Tidak Siap...

,
Kita terkadang tidak siap untuk menjadi murid..
Ketika melihat sebuah kesalahan dari guru..
Kita segera pergi meninggalkannya..Dan menggunjingnya dbelakangnya..
Padahal guru kita adalah manusia bukan Nabi..

Kita terkadang tidak siap untuk menjadi guru..
Ketika diingatkan sebuah kesalahan..
Sering muncul keangkuhan..
Padahal tanda keikhlasan adalah menerima kritikan yang baik..

Kita terkadang tidak siap untuk menjadi besar..
Mudah terkena ujub dan merasa nikmat dengan kehormatan..
Bila kita merasa direndahkan..
Kesombongan seringkali muncul menggelapkan hati..

Kita terkadang tidak siap untuk menuntut ilmu..
Sering tidur di kajian atau berbincang bincang..
Padahal salaf terdahulu amat hormat kepada ilmu..
Mereka duduk seakan ada burung bertengger di atas kepala..
Karena ilmu jauh lebih mulia dari harta..

Kita terkadang tidak siap menjadi kaya..
Tertipu dengan dunia dan lupa kepada sang pencipta..
Rasa pelit membelit hati.. Dan memandang sepele kaum fuqoro..
Padahal harta hanya titipan Allah kelak ia akan ditanya..

Kita terkadang tidak siap untuk meniti jalan menuju surga..
Hawa nafsu masih diperturutkan..
Syahwat menjadi hiasan kehidupan..
Padahal surga dikelilingi dengan sesuatu berat..

(Ustadz Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى)
Read more →

Hukum Panggilan Shalat Hari Raya : “ASH-SHOLATU JAMI’AH ROHIMAKUMULLAH…”

,
“Tidak ada adzan dan iqamah di hari Fitri ketika keluarnya imam, tidak pula setelah keluarnya. Tidak ada iqamah, tidak ada panggilan dan tidak ada apapun, tidak pula iqamah.” (Shahih, HR. Muslim)

Bagaimana dengan panggilan yang lain semacam: Ash-shalatu Jami’ah?

Al-Imam Asy-Syafi’i dan pengikutnya menganggap hal itu sunnah. Mereka berdalil dengan:

Pertama: riwayat mursal dari seorang tabi’in yaitu Az-Zuhri.
Kedua: mengqiyaskannya dengan Shalat Kusuf (gerhana).

Namun pendapat yang kuat bahwa hal itu juga tidak disyariatkan. Adapun riwayat dari Az-Zuhri merupakan riwayat mursal yang tentunya tergolong dha’if (lemah). Sedangkan pengqiyasan dengan Shalat Kusuf tidaklah tepat, dan keduanya memiliki perbedaan. Di antaranya bahwa pada Shalat Kusuf orang-orang masih berpencar sehingga perlu seruan semacam itu, sementara Shalat Id tidak. Bahkan orang-orang sudah menuju tempat shalat dan berkumpul padanya.

(Fathul Bari, karya Ibnu Rajab, 6/95)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: “Qiyas di sini tidak sah, karena adanya nash yang shahih yang menunjukkan bahwa di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Shalat Id tidak ada adzan dan iqamah atau suatu apapun. Dan dari sini diketahui bahwa panggilan untuk Shalat Id adalah bid’ah, dengan lafadz apapun.” (Ta’liq terhadap Fathul Bari, 2/452)


Ibnu Qayyim berkata: Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat maka mulailah beliau shalat tanpa adzan dan iqamah dan tanpa ucapan “Ash-shalatu Jami’ah”, dan Sunnah Nabi adalah tidak dilakukan sesuatupun dari (panggilan-panggilan) itu.(Zadul Ma’ad, 1/427)

Tanpa Adzan dan Iqamah

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ

Dari Jabir bin Samurah ia berkata: “Aku shalat bersama Rasulullah 2 Hari Raya (yakni Idul Fitri dan Idul Adha), bukan hanya 1 atau 2 kali, tanpa adzan dan tanpa iqamah.”
(Shahih, HR. Muslim)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلأَنْصَارِيِّ قَالاَ: لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلاَ يَوْمَ اْلأَضْحَى ثُمَّ سَأَلْتُهُ بَعْدَ حِيْنٍ عَنْ ذَلِكَ فَأَخْبَرَنِي قَالَ: أَخْبَرَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ اْلأَنْصَارِيُّ أَنْ لاَ أَذَانَ لِلصَّلاَةِ يَوْمَ الْفِطْرِ حِيْنَ يَخْرُجُ اْلإِمَامُ وَلاَ بَعْدَ مَا يَخْرُجُ وَلاَ إِقَامَةَ وَلا نِدَاءَ وَلاَ شَيْءَ، لاَ نِدَاءَ يَوْمَئِذٍ وَلاَ إِقَامَةَ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan Jabir bin Abdillah Al-Anshari keduanya berkata: “Tidak ada adzan pada hari Fitri dan Adha.” Kemudian aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang itu, maka ia mengabarkan kepadaku bahwa Jabir bin Abdillah Al-Anshari mengatakan: “Tidak ada adzan dan iqamah di hari Fitri ketika keluarnya imam, tidak pula setelah keluarnya. Tidak ada iqamah, tidak ada panggilan dan tidak ada apapun, tidak pula iqamah.”
(Shahih, HR. Muslim)

Ibnu Rajab berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam hal ini dan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan ‘Umar radhiallahu ‘anhuma melakukan Shalat Id tanpa adzan dan iqamah.”

Al-Imam Malik berkata: “Itu adalah sunnah yang tiada diperselisihkan menurut kami, dan para ulama sepakat bahwa adzan dan iqamah dalam shalat 2 Hari Raya adalah bid’ah.”

(Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/94)


(Ustadz Qomar ZA, Lc)
Sumber : http://ibnulqoyyim.com/content/view/105/1/

Read more →

Hukum Shalat Sambil Menahan Kencing dan Kentut

,
Bagaimana jika seseorang shalat menahan kentut, apakah shalatnya sah?
Ada hadits yang bisa menjawab hal ini, yaitu hadits dari ‘Aisyah.
Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan (kencing atau buang air besar).” (HR. Muslim no. 560).
Bagi ulama yang berpendapat bahwa khusyu’ termasuk dalam kewajiban dalam shalat, berarti maksud kata “laa” dalam hadits menunjukkan tidak sahnya shalat dengan menahan kencing. Sedangkan menurut jumhur atau mayoritas ulama bahwa khusyu’ dihukumi sunnah, bukan wajib. Sehingga “laa” yang dimaksud dalam hadits adalah menafikan kesempurnaan shalat atau hadits itu diartikan “tidak sempurna shalat dari orang yang menahan kencing”.
Jika demikian, bagaimana hukum menahan kencing atau buang air saat shalat?
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa jika cuma merasakan ingin buang air kecil atau air besar tanpa menahannya, seperti itu masih dibolehkan shalat. Dalam hadits dikatakan kencing atau buang air yang membuat masalah hanyalah jika ditahan. Bila tidak dalam keadaan menahan, maka tidak masalah untuk shalat karena hati masih bisa berkonsentrasi untuk shalat.
Syaikh Ibnu Utsaimin juga menyatakan bahwa menahan kentut (angin) sama hukumnya seperti menahan kencing dan buang air besar.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, menahan kentut dihukumi makruh.
Imam Nawawi berkata, “Menahan kencing dan buang air besar (termasuk pula kentut, -pen) mengakibatkan hati seseorang tidak konsen di dalam shalat dan khusyu’nya jadi tidak sempurna. Menahan buang hajat seperti itu dihukumi makruh menurut mayoritas ulama Syafi’iyah dan juga ulama lainnya. Jika waktu shalat masih longgar (artinya: masih ada waktu luas untuk buang hajat, -pen), maka dihukumi makruh. Namun bila waktu sempit untuk shalat, misalnya jika makan atau bersuci bisa keluar dari waktu shalat, maka (walau dalam keadaan menahan kencing), tetap shalat di waktunya dan tidak boleh ditunda.”
Imam Nawawi berkata pula, “Jika seseorang shalat dalam keadaan menahan kencing padahal masih ada waktu yang longgar untuk melaksanakan shalat setelah buang hajat, shalat kala itu dihukumi makruh. Namun, shalat tersebut tetaplah sah menurut kami -ulama Syafi’i- dan ini yang jadi pendapat jumhur atau mayoritas ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 46)
Semoga bermanfaat, hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Fathu Dzil Jalali wal Ikrom, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1426 H, 2: 511-517.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ihya’ At Turots, cetakan ke-12.
Disusun di malam hari, 22 Jumadats Tsaniyyah 1435 H di rumah tercinta Panggang, Gunungkidul
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Read more →

Monday, April 28, 2014

Ingat MATI Merupakan Obat Penyakit Ambisi terhadap Dunia

,
» Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan di dlm kitab Siyaru A'laami An-Nubala', bahwa ada seorang laki-laki menemui Abu Darda radhiyallahu 'anhu (seorang sahabat) dan mengatakan, "Berilah aku nasehat!" Maka Abu Darda' radhiyallahu 'anhu berkata kepadanya: 

» "Ingatlah kepada Allah di waktu lapang dan senang, niscaya Dia akan mengingatmu di saat engkau dalam keadaan susah dan sempit. 
» Dan jika engkau mengingat (keadaan) orang-orang yang telah mati, maka jadikan dirimu seakan-akan engkau termasuk salah seorang dari mereka yg telah mati. 
» Dan jika jiwamu condong (untuk berambisi) mengejar (harta benda dan kemewahan) dunia, maka perhatikanlah keadaan (dan tempat kembali) orang yang telah mati itu." 

(Sumber: Siyaru A'laami An-Nubala' karya imam Adz-Dzahabi, II/349-350).

(*) Makna INGAT kepada ALLAH ialah:
» Bertakwa kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya berdasarkan petunjuk Al-Quran dan Hadits yg Shohih. 

» Dan termasuk bentuk ber-TAKWA kpd ALLAH adalah berdzikir kpd Allah dengan lisan, hati dan anggota badan kita, mempelajari agama-Nya yg bersumber dr Al-Quran dan Hadits yg shohih, mengamalkannya, dan mengajarkannya.

Demikian Faedah ilmiyah dan Mau'izhoh hasanah yg dpt kami smpkn pd hari ini. Smg bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 20 April 2014).

» BBG Majlis Hadits, chat room Faedah dan Mau'izhoh Hasanah.

(*) Blog Dakwah, KLIK:
http://abufawaz.wordpress.com


(Ustadz Abu Fawaz Asy-Syirboony MA حفظه الله تعالى)
Read more →

Sibuk Memikirkan Sesuatu...

,
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Berfikir adalah asal segala ketaatan, dan asal semua kemaksiatan." (Miftah Daar As Sa'adah hal. 226).

Kok bisa begitu ya?..
Setelah direnungkan.. Betul juga..
Memikirkan sesuatu biasanya akan merubah suasana hati..
Lalu menimbulkan niat dan keinginan..
Sedangkan niat adalah awal perbuatan..

Ketika seseorang memikirkan tujuan kehidupannya.. 
Ia ingat kehidupan setelah kematian..
Suasana hatipun berubah..
Timbullah keinginan untuk berbuat ketaatan..

Ketika seorang istri melihat keburukan suaminya..
Ia sibuk memikirkan keburukan tersebut..
Hingga hilang semua kebaikan suaminya..
Timbullah perbuatan nusyuz..
Atau setidaknya berkurang rasa cintanya..
Padahal mungkin suaminya sudah banyak berbuat baik kepadanya..

Ketika seorang lelaki melihat wanita jelita..
Lalu ia sibuk membayangkan keindahannya..
Ia pun lupa dari berdzikir kepada Allah..
Lupa bahwa bidadari surga lebih indah dan jelita..
Lalu muncul keinginan yang terlarang..

Ketika melihat gemerlapnya dunia..
Ia berfikir.. Dan terus sibuk memikirkannya..
Seperti orang yang melihat kemewahan si Qorun..

Ia berkata, "Andai aku kaya seperti dia.. Duhai beruntung sekali rasanya.."

Suasana hatinya berubah.. Ia menilai kehormatan sebatas dengan kekayaan..
Kedudukan.. 
Dan kenikmatan dunia..
Sementara temannya yang mukmin berkata..
"Celaka kamu.. Pahala Allah lebih baik dan lebih kekal..
Dunia hanyalah kesenangan sesaat..
Lalu ia akan hancur dan musnah.."

Hari ini..
Esok dan lusa..
Kita sibuk berfikir apa ??
Moga Allah memberi kita kekuatan untuk selalu berfikir positif..

Aamiin..

(Ust Badrusalam Lc حفظه الله تعالى)
Read more →

Sunday, April 27, 2014

Jilbab Syar’i Itu Lebar

,
Di antara syarat jilbab muslimah yang syar’i itu lebar, tidak pas badan dan juga tidak sempit. Lebarnya jilbab ini semestinya bisa menutupi semua lekukan tubuh wanita.

Deskripsi Jilbab Lebar

Lihatlah bagaimana deskripsi jilbab yang syar’i dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha :
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud)
Salah satu faidah hadits ini adalah bahwa jilbab wanita muslimah itu semestinya lebar. Kalimat تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها dapat dimaknai juga ‘hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaian yang dipakainya ‘. Sebagaimana kata Syaikh Ibnu Jibriin:
فهو يدل على أن الجلباب رداء واسع قد يستر المرأتين جميعًا
“Hadits ini menunjukkan bahwa jilbab itu berupa rida’ yang lebar, saking lebarnya terkadang bisa cukup untuk menutupi dua orang wanita sekaligus” (sumber: http://ibn-jebreen.com/ftawa.php?view=vmasal&subid=6006&parent=786)
Al Qurthubi mengatakan:
الْجَلَابِيبُ جَمْعُ جِلْبَابٍ، وَهُوَ ثَوْبٌ أَكْبَرُ مِنَ الْخِمَارِ. وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ الرِّدَاءُ
jalaabiib adalah jamak dari jilbab. Jilbab adalah pakaian yang lebih besar dari khimar. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas bahwa jilbab itu berupa rida’” (Tafsir Al Qurthubi, 14/234).
Demikianlah jilbab yang syar’i, yaitu lebar, yang lebarnya itu seolah-olah bisa cukup untuk menutupi dua wanita.

Tidak menggambarkan lekukan tubuh

Dan jika jilbab dianggap sudah lebar namun masih menampakkan sebagian bentuk tubuh, maka yang demikian kurang sempurna.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata: “Syarat keempat: pakaian muslimah itu hendaknya longgar dan tidak ketatsehingga menggambarkan bagian tubuhnya. Karena tujuan memakai pakaian adalah mencegah terjadinya fitnah (baca:hal-hal yang buruk). Tujuan tersebut tidak akan tercapai kecuali jika pakaiannya longgar dan lebar. Sedangkan jika ketat, walaupun menutup warna kulit, itu dapat menggambarkan bentuk seluruh atau sebagian tubuhnya, sehingga bentuk tubuhnya tersebut tergambar di mata para lelaki. Ini adalah salah satu bentuk kerusakan dan seolah mengundang orang-orang untuk melihat bentuk tubuhnya yang tidak ia tutupi dengan benar itu. Oleh karena itu, pakaian wanita itu wajib longgar. Usamah bin Zaid pernah berkata:
كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441, dihasankan oleh Al Albani). (Jilbab Mar’ah Muslimah, 1/131)
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah ketika di tanya ‘bagaimana saya mengetahui sebuah pakaian itu tidak ketat atau tidak longgar? bagaimana ciri dan batasannya?’. Beliau menjawab: “Yang menjadi patokan apakah sebuah pakaian itu sudah tidak termasuk pakaian ketat dan tergolong pakaian longgar yang dibenarkan syariat adalah hendaknya ia tidak menggambarkan bentuk bagian tubuh. Oleh karena itu para ulama sering menggunakan istilah النهي عن الثوب المحدد (Larangan memakai pakaian yang menggambarkan bentuk tubuh). Ibnul Hajib (Al Maliki, wafat tahun 646H) mendefinisikan baju ketat: “yang menggambarkan bagian tubuh baik karena terlalu tipis atau karena ketatnya”, demikian kata beliau dalam kitab Syarh Al Mawaq Lil Mukhtashar Khalil. Ad Dardir (wafat tahun 1201H) juga berkata dalam syarh-nya terhadap Al Muhktashar: “Yang termasuk pakaian ketat adalah yang menggambarkan bentuk aurat karena kainnya terlalu tipis, atau karena sebab lain misalnya karena memakai sabuk, atau karena terlalu sempit atau karena terlalu menyelubungi tubuh”.
Demikian. Semoga kaum Muslimah senantiasa dilimpahkan hidayah oleh Allah untuk memakai jilbab yang syar’i. Wabillahi at taufiq was sadaad.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Read more →

Pelajaran Untuk Pencela Sahabat Nabi

,
Segala puji bagi اللّـﮧ. Sholawat dan salam untuk Rosululloh.

Amma ba'du!

Saudaraku seislam yang saya muliakan.. Semoga اللّـﮧ memberikan manfaat & pelajaran dari kejadian berikut : “Sa’ad bin Abi Waqosh ~rodhiyallohu 'anhu~ melihat seorang laki-laki mencaci maki ‘Ali, Tholhah dan Zubair ~rodhiyallohu 'anhum~. Maka ia pun melarang orang tersebut dari berbuat demikian namun ia tidak berhenti dari kelakuannya itu. “Kalau demikian, aku akan mendoakan keburukan untukmu!”, kata Sa’ad kepada orang tersebut.

Mendengar ancaman Sa’ad, lelaki tersebut berkata : “Aku kira kamu cuma menakut-nakutiku saja seakan-akan kamu seorang Nabi…!!”

Maka Sa’ad berpaling darinya, berwudhu’ dan sholat dua raka’at kemudian ia mengangkat ke dua tangannya seraya mengatakan :

  اللهم ان كنت تعلم أن هذا الرجل قد سبّ أقواما سبقت لهم منك الحسنى، وأنه قد أسخطك سبّه ايّاهم، فاجعله آية وعبرة

“Ya Alloh jika dalam pengetahuanmu lelaki yang memaki kaum yang telah mendapatkan kebaikan dari-Mu ini mendatangkan kemarahan-Mu maka jadikanlah ia sebagai tanda kekuasaan-Mu dan pelajaran..”

Maka tak beberapa lama kemudian, muncullah onta liar dari sebuah rumah dan tanpa bisa dibendung masuk ke kerumunan manusia seakan-akan ia mencari sesuatu kemudian diterjanglah lelaki tersebut dan dibawanya ia  di antara kaki-kakinya. Onta itu pun menginjak-nginjak lelaki itu  hingga lelaki itu pun mati.

”Dikutip dari Rijaalun Hawlar-Rosul karya Kholid Muhammad Kholid 1/25. Lihat pula Taariekhu Dimasyq 20/346.

"Ya Allah, murkailah orang-orang yang menghina dan mencaci Rasul-Mu, istri-istrinya, para sahabatnya, dan hamba-hamba-Mu yang mengikuti mereka dengan baik...dan dengan rahmat-Mu rizkikanlah kami untuk bersama dengan Rasulullah shollahu 'alaihi wassalam dan para sahabtnya di surga-Mu kelak meskipun amal kami tidak akan pernah menyamai amalan mereka.. Amiin yaa rabbal 'alamin...

(Ibnu Mukhtar)
Read more →

Sunnah yang Terlupakan

,
Abdullah bin Amru bin Al 'Ash berkata, "Empat roka'at setelah Isya nilainya sama dengan Lailatu qodar." (HR Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf no 7273. Sanadnya shahih).

Aisyah radliyallahu 'anha berkata, "Empat roka'at setelah Isya nilainya sama dengan Lailatul Qodar." (HR Ibnu Abi Syaibah no 7274. Sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim).

Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu berkata, "Siapa yang sholat setelah Isya empat roka'at dengan tanpa memisahnya dengan salam, maka nilainya sama dengan Lailatul Qodar." (HR Ibnu Abi Syaibah no 7275. Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim).Walaupun semuanya mauquf..Namun dihukumi marfu'..

Ibnu Abbas berkata, "Aku pernah menginap di rumah bibiku maimunah binti Al Harits istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.. Maka Nabi sholat Isya, lalu pulang ke rumahnya dan sholat empat roka'at. Lalu beliaupun tidur. (HR Al Bukhari no 117 dan 665).

(Ustadz Abu Yahya Badrusalam Hafizahullah)
Read more →